TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan memberlakukan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) bagi masyarakat yang berinvestasi di aset kripto. Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan kripto tetap dihitung sebagai objek pajak karena bukan merupakan mata uang.
“Sehingga selain PPh, juga akan kena PPN. Tapi angkanya kecil nanti. Angka yang kecil itulah yang disebut dengan besaran tertentu,” ujar Yoga dalam media briefing di Senayan, Jakarta Pusat, Jumat, 1 April 2022.
PPN yang diberlakukan untuk aset kripto merupakan PPN final dengan besaran tertentu yang lebih kecil. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pemerintah memberikan fasilitas PPN final dengan besaran 1 persen, 2 persen, dan 3 persen.
Adapun ihwal PPh, pemerintah akan mengenakannya pada aset kripto sama seperti yang berlaku untuk perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia. Pemerintah kini sedang menyiapkan aturan turunan untuk mengatur detail besaran PPh yang ditetapkan terhadap aset digital tersebut.
Aturan turunan ini nantinya akan berbentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentan PPN dan PPh Atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. “Untuk pengenaannya akna kami atur sesederhana mungkin dan kami akan memberikan kepastian hukum, baik bagi yang memotong dan memungut,” ucap Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak Kementerian Keuangan Yon Arsal.