TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Riset Institute for Demographic and Poverty Studies atau IDEAS menyebutkan bahwa fluktuasi harga minyak goreng disebabkan kurangnya pasokan dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi. Dalam kondisi normal, produksi minyak goreng sangat mencukupi, sehingga sebagian dapat diekspor.
Direktur IDEAS Yusuf Wibisono mengatakan sekitar 60 persen produksi minyak goreng didistribusikan untuk kebutuhan domestik dan 40 persen sisanya diekspor ke luar negeri pada 2020. “Dengan struktur pasar oligopoli, perilaku kartel seringkali terlihat di pasar minyak goreng,” katanya dalam rilis, Sabtu, 12 Maret 2022.
Baca Juga:
Menurut dia, jika harga Crude Palm Oil atau CPO di pasar internasional naik, koordinasi anti persaingan tanpa komunikasi dan kesepakatan atau conscious parallelism terdeteksi, maka produsen minyak goreng bersepakat untuk segera menyesuaikan harga minyak goreng domestik dengan harga CPO internasional.
Namun ketika harga CPO internasional turun, penurunan harga minyak goreng domestik tidak terjadi secara proporsional atau asymmetric price transmission.
Struktur industri minyak goreng sejak lama ditengarai adalah pasar oligopoli. Sistem ini mengakibatkan pembentukan harga pasar rawan dimanipulasi produsen. Pada tahun 2010, KPPU menghukum 20 produsen minyak goreng karena terbukti membentuk kartel untuk mengatur harga minyak goreng.
KPPU menemukan industri minyak goreng curah dan kemasan terkonsentrasi pada beberapa pelaku usaha saja, perilaku kartel terlihat berupa adanya harga paralel dan praktek fasilitasi melalui price signalling dalam kegiatan promosi pada waktu yang berbeda.
Oleh karena itu, menurut Yusuf, pemerintah harus mendorong dan melindungi pelaku usaha minyak goreng yang tidak memiliki afiliasi dengan perusahaan perkebunan sawit. Dengan 80 persen biaya produksi minyak goreng adalah CPO, maka harga minyak goreng sangat ditentukan harga CPO.
“Dengan liberalisasi dan pasar yang terintegrasi, harga CPO domestik nyaris sepenuhnya ditentukan oleh harga internasional. Sejak lama harga CPO internasional sering bergejolak dengan kecenderungan meningkat,” kata Yusuf.
Menurut Yusuf, dengan jaminan ketersediaan dan harga CPO di tingkat pelaku usaha minyak goreng non pemilik perkebunan sawit, akan mendorong transparansi harga minyak goreng domestik.