TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia berjangka jenis Brent melonjak US$ 12,73 menjadi US$ 130,84 per barel. Kenaikan juga terjadi pada harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) AS yang menguat US$ 9,92 menjadi US$ 125,6 per barel.
Melambungnya harga komoditas itu hingga lebih dari 10 persen pada Senin pagi ini, 7 Maret 2022, dipicu oleh risiko larangan AS dan Eropa terhadap produk Rusia. Selain itu faktor pendorong kenaikan harga minyak adalah penundaan pembicaraan Iran yang memicu terbentuknya kejutan stagflasi utama bagi pasar dunia.
Adapun Euro yang memperpanjang penurunannya, memukul keseimbangan terhadap mata uang safe haven franc Swiss. Akibatnya, harga komoditas dari semua lini melonjak karena konflik Rusia-Ukraina malah semakin memanas.
Rusia sebelumnya menyebut operasi militer yang diluncurkan pada 24 Februari sebagai operasi militer khusus, dengan mengatakan tidak memiliki rencana untuk menduduki Ukraina.
Akibat meroketnya harga minyak mentah itu, sejumlah bursa saham melorot. Ditambah dengan naiknya pajak pada konsumen yang berpotensi memukul pertumbuhan ekonomi global berimbas pada bursa S&P 500 yang turun 1,4 persen, sementara Nasdaq berjangka turun 1,9 persen.
Imbal hasil obligasi 10-tahun AS juga turun ke level terendah sejak awal Januari. Adapun indeks Nikkei Jepang merosot 1,9 persen, sementara indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang melemah 0,3 persen.
Usai meroket 21 persen minggu lalu, minyak mentah Brent lebih didorong oleh risiko larangan minyak Rusia oleh Amerika Serikat dan EropaK kepala ekonom BofA, Ethan Harris, menyatakan, jika negara-negara Barat memotong sebagian besar ekspor energi Rusia, hal tersebut bakal menimbulkan syok besar bagi pasar global.
Ia juga memprediksi hilangnya 5 juta barel pasokan minyak Rusia dapat mendorong kenaikan harga minyak hingga menembus US$ 200 per barel. Hal itu kemudian bakal berimbas pada jebloknya pertumbuhan ekonomi secara global.
Menurut Harris, tak hanya minyak, harga-harga komoditas bakal ikut terkerek. Beberapa di antaranya sudah merangkak pada pekan lalu, seperti nikel naik 19 persen, aluminium naik 15 persen, seng naik 12 persen, dan tembaga naik 8 persen. Adapun gandum berjangka telah meroket hingga 60 persen dan jagung meningkat 15 persen.