TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat ekonomi energi dan pertambangan dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, meminta pemerintah memperbaiki aturan tentang domestic market obligation (DMO) batu bara untuk mencegah kekurangan pasokan ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) PLN. Aturan yang ada saat ini, kata Fahmy, tidak mengatur jadwal pemenuhan DMO per bulan.
“Selama ini, peraturan menteri tentang DMO menyebutkan bahwa kewajiban pengusaha batu bara menjual 25 persen dari total produksi kepada PLN per tahun, tanpa mengatur jadwalnya per bulan,” ujar Fahmy saat dihubungi pada Minggu, 2 Januari 2021.
Sebelumnya pemerintah memberlakukan larangan ekspor batu bara yang berlaku efektif mulai 1 hingga 31 Januari akibat rendahnya pasokan ke PLN. Larangan muncul lantaran banyak pengusaha tidak memenuhi ketentuan DMO.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, realisasi DMO atau penjualan batu bara ke dalam negeri hanya mencapai 10 persen dari total produksi pada 2021. Fahmy mengatakan tidak adanya jadwal kewajiban pemenuhan DMO per bulan membuat pengusaha memanfaatkan kesempatan itu untuk mengekspor semua produksi ke luar negeri saat harga komoditas tinggi.
“Selain itu, sanksi berupa denda amat ringan mendorong pengusaha tidak memenuhi kewajiban DMO kepada PLN,” ujar Fahmy.
Fahmy melanjutkan, pemerintah harus menyempurnakan aturan yang berlaku saat ini. Tak hanya mengatur jadwal pemenuhan DMO per bulan, ia menyebut perlu juga ditambahkan ketentuan mengenai kewajiban pasokan batu bara ke PLN.
“Kemudian perlu penetapan sanksi yang lebih berat bagi pengusaha yang yang tidak mematuhi ketentuan DMO dan perlu diberlakukan larangan ekspor selama setahun penuh bagi pengusaha yang tidak mematuhi ketentuan DMO,” tutur Fahmy.
Baca Juga: DPR: Larangan Ekspor Batu Bara Niatnya Baik, tapi Kurang Tepat
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.