Justru, kata Andree, pengambilalihan oleh BUMN bisa meningkatkan risiko disrupsi dan bottleneck karena jalur masuk pasokan menjadi sempit. “Harga bisa saja kelihatan murah, tetapi tiba-tiba tidak ada stok kalau jalur yang cuma satu itu terdisrupsi. Malah kita perlu lebih banyak importir untuk mengurangi risiko disrupsi dan menekan harga."
Lebih jauh, Andree meminta pemerintah lebih terbuka tentang komponen harga PCR. Ketiadaan informasi yang jelas tentang komponen harga akan mempersulit penilaian efektivitas kebijakan ini.
Selain itu, reaksi pasar usai kebijakan penurunan harga PCR diberlakukan harus diperhatikan. Andree menyebutkan, jika setelah harga dipatok Rp 275.000 untuk Pulau Jawa dan Rp 300.000 luar Pulau Jawa, banyak laboratorium tutup layanan tes PCR atau terjadi kelangkaan PCR, artinya harga baru itu tidak bisa menutupi biaya layanan.
Oleh karena itu, menurut dia, solusi paling aman adalah menambah pasokan PCR dengan memperbanyak jalur impor. Untuk jangka menengah dan panjang, solusi yang dibutuhkan adalah menarik investasi pada manufaktur alat kesehatan dalam negeri. "Menarik minat investasi pada sektor ini, sebagaimana sektor lainnya, perlu diikuti reformasi regulasi dan birokrasi," kata Andree.
BISNIS
Baca: LBH Konsumen Jakarta Layangkan Somasi ke Akulaku, Ada Apa?
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.