Selain itu, PNBP akan mendukung proses logistik di pelabuhan perikanan. KKP mencatat dalam lima tahun terakhir, banyak pelabuhan yang belum terpoles oleh sarana serta prasarana. Dengan dukungan tersebut, nelayan dijanjikan memperoleh nilai tambah yang lebih besar.
Ketua II Asosiasi Tuna Longline Indonesia (ATLI) Dwi Agus Siswa Putra berharap kebijakan anyar KKP tersebut bisa membuka peluang keberpihakan di bidang perekonomian, khususnya bagi para pelaku usaha. Dia mengatakan peningkatan kesejahteraan nelayan dan dukungan sarana serta prasarana akan mendukung rantai bisnis industri perikanan.
"Kami hanya meminta KKP membuka ruang berdiskusi agar kami mendapatkan hal yang bisa sama-sama diterima,” ujarnya.
Soal kebijakan teranyar PNBP tersebut, Ketua Harian DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Dani Setiawan berharap bisa efektif menggenjot nilai keekonomian perikanan. Sebab, selama ini sumber daya perikanan yang dimanfaatkan tidak diimbagi dengan kenaikan sumbangan ke perekonomian. Bahkan, pendapatan negara terbilang stagnan.
Meski begitu, Dani meminta tiap aturan baru pemerintah didasarkan oleh kajian mendalam, termasuk di dalamnya dampak pasca-kebijakan. “Target, jenis, waktu dan berapa banyak yang harus dipungut, pemerintah tidak boleh gegabah dan harus dipertimbangkan dengan matang,” ujarnya.
Nelayan mengangkat keranjang ikan untuk dibawa kembali melaut di Pasar Ikan Muara Angke, Jakarta, Jumat 8 Oktober 2021. TEMPO/ Dwi Nur A. Y'
Dani menyebutkan sedikitnya ada empat hal yang mesti dipertimbangkan pemerintah untuk menerapkan kebijakan PNBP pasca-produksi. Pertama, momentum pemberlakuan peraturan di tengah pandemi Covid-19. Ia mengatakan momentum ini semestinya digunakan pemerintah untuk memberi stimulus bagi nelayan yang produksinya tergerus alih-alih menerapkan skema pungutan baru.
Dengan demikian, nelayan bisa menjadi penopang pertumbuhan melalui penciptaan peluang kerja yang masif serta mendorong produktivitas di zona ekonomi eksklusif (ZEE). Kedua, nasib nelayan dengan kapal berukuran GT 6-10 harus dipikirkan karena mereka lah yang berpotensi terimbas kebijakan.
“Harusnya aturan ini mengecualikan nelayan kecil 0-10 GT pada tarif pra atau pasca-produksi. Setidaknya diberlakukan masa transisi atau penerapan tarif yang sangat kecil,” ujar Dani.
Ketiga, nelayan tradisional yang berharap PNBP akan senafas dengan agenda mengurangi kemiskinan dan ketimpangan pada sektor perikanan. Nelayan kecil yang populasinya dominan, selama ini berhadapan dengan nelayan atau pemilik kapal yang meski minoritas, berada di puncak piramida sosial-ekonomi. Dani sangat berharap instrumen PNBP tak sekadar menaikkan penerimaan negara, tapi juga memeratakan kesejahteraan.
Hal keempat adalah PNBP harus menjadi instrumen disinsentif bagi kapal-kapal dengan alat tangkap perikanan yang tidak ramah lingkungan. “Sumber daya ikan ditangkap yang secara tidak berkelanjutan, ujungnya akan memiskinkan nelayan,” kata Dani.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Baca: Kapal Pencuri Ikan Berbendera Malaysia Ditangkap di Selat Malaka