Ekonom Bank Indonesia Muslimin Anwar mengatakan, investasi US$ 30 miliar (Rp 350 triliun) di Natuna memberikan kontribusi Rp 455 triliun kepada produk domestik bruto. Angka itu didapat dengan menggunakan simulasi input-output yang dikembangkan Leontief (pemenang nobel 1973). “Investasi sebesar itu juga akan memberikan efek pengganda lainnya,” ujarnya dalam diskusi tentang pengembangan gas Natuna, Kamis (18/12).
Menurut dia, efek pengganda yang bakal terjadi sangat besar. “Investasi sebesar Rp 1 miliar akan menciptakan lapangan kerja baru untuk lima orang. Jika US$ 30 miliar akan terserap sekitar 1,75 juta orang,” katan dosen pasca sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tenaga kerja yang terserap tidak hanya pada kegiatan pengembangan gas Natuna. “Tapi juga kegiatan lainnya, seperti industri, hotel, hunian, makanan dan lainnya.”
Blok Natuna D-Alpha memiliki cadangan pasti sebanyak 46 triliun kaki kubik dan merupakan ladang gas terbesar di Asia. Pengembangan ladang gas itu membutuhkan investasi sebesar US$ 30-50 miliar.
Muslimin menjelaskan, pengembangan gas Natuna akan memberi dampak positif kepada kegiatan investasi di Indonesia. “Sejak krisis 1997 pertumbuhan investasi tambang, termasuk minyak dan gas, tidak lebih dari dua persen,” katanya. Angka itu sangat berbeda dengan investasi sektor tambang sebelum krisis sebesar 5,8 persen. “Pengembangan Natuna bisa menjadi pemicu peningaktan dan pertumbuhan investasi di Indonesia.”
Sebelumnya, kontrak Blok Natuna D-Alpha diberikan kepada Pertamina dan ExxonMobil. Pemerintah menyatakan kontrak dengan Natuna berakhir pada 2007 dan diberikan kepada Pertamina. Namun, ExxonMobil menyatakan, kontrak yang diteken pemerintah pada 1985 masih berlaku sampai tahun depan. Sampai saat ini pemerintah belum memutuskan kontrak dengan perusahaan asal Amerika itu.
ALI NUR YASIN