TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, menyarankan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawas Pembangunan dan Keuangan (BPKP) segera melakukan audit investigasi terhadap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Proyek jumbo tersebut sebelumnya mengalami pembengkakan kebutuhan investasi sebesar Rp 27,17 triliun menjadi Rp 113,9 triliun.
“Publik tidak ingin proyek kereta cepat ini malah menjadi sumber masalah yang bisa menyeret PT KAI (PT Kereta Api Indonesia) ke jurang kebangkrutan sehingga aset strategis milik perusahaan pun berpotensi tergadai,” ujar Abra saat dihubungi pada Sabtu, 9 Oktober 2021.
KAI ditunjuk sebagai pemimpin konsorsium proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Penunjukkan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 yang terbit pada 6 Oktober. KAI memimpin tiga BUMN lain yang menjadi anggota konsorsium, yaitu PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero).
Sebelumnya, Wijaya Karya menjadi pemegang saham terbesar untuk konsorsium kereta cepat. Abra menduga berbagai persoalan dalam proyek kereta cepat yang terindikasi pembengkakan nilai investasi hingga menyebabkan perubahan komposisi saham ini tidak diperhitungkan dalam feasibility study atau FS.
Karena itu seiring dengan audit investigasi, konsorsium KCIC diminta menyusun ulang FS dan financal model. FS dan financial model akan berguna untuk melihat kelayakan keberlangsungan proyek.
Dengan demikian, konsorsium bisa menekan risiko terjadinya cost overrun terhadap BUMN dan konsorsium pada masa mendatang. Di sisi lain, Abra mengatakan pemerintah harus menanyakan kembali komitmen Cina dalam proyek sepur cepat ini.
Selain Indonesia, Cina dianggap juga memiliki tanggung jawab terhadap pembengkakan nilai investasi. “Jangan sampai cost overrun hanya dibebankan ke kita. Kita ingin tahu burden sharing-nya seperti apa. Lalu bagaimana komitmen dari Cina Development Bank. Kan sumber pendanaan 75 persen dari pinjaman CDB,” ujar Abra.
Baca Juga: Jokowi Alihkan Tugas Kereta Cepat ke Luhut, Indef: Indikasi Ada Masalah