TEMPO.CO, Jakarta - Sidang paripurna DPR resmi mengesahkan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Selanjutnya UU soal pajak ini tinggal diteken oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi, sebelum akan resmi berlaku.
"Apakah RUU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini dapat disetujui menjadi UU?" tanya Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar ke pada peserta sidang di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 7 Oktober 2021.
UU ini terdiri dari 106 halaman, 9 bab, dan 19 pasal. Tempo merangkum kembali beberapa poin-poin penting dalam UU ini, berikut di antaranya:
1. Bersifat Omnibus
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menerangkan bahwa UU mengubah beberapa ketentuan perpajakan di beberapa UU lainnya. "Menggunakan metodologi omnibus," kata Yasonna saat membacakan sikap akhir pemerintah, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 7 Oktober 0ktober 2021.
Daftar UU ini tertuang dalam Bab I, bahwa UU baru ini mengatur kebijakan strategis yang meliputi perubahan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan UU Cukai. Lalu ada juga program pengungkapan sukarela wajib pajak atau Tax Amnesty dan pengenalan pajak karbon.
2. NIK jadi NPWP
Ketentuan ini tertuang dalam Bab II, bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bakal menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Sehingga nantinya, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri memberikan data kependudukan dan data balikan dari pengguna kepada Menteri Keuangan.