TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad menilai pemerintah tidak perlu menaikkan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN dalam masa pemulihan ekonomi nasional. Sebab, menurut dia, masalah utama penerimaan pajak bukan soal tarif, tapi basis pajak yang masih rendah.
"Termasuk kita perlu mengkaji penurunan batas treshold karena ada loophole memanfaatkan pajak final 0,5 persen bagi pengusaha di atas Rp 4,8 miliar," ujar Tauhid, Rabu, 6 Oktober 2021.
Kalau dilihat dari basis pajak, kata dia, masih ada sektor yang dinilai berkontribusi terhadap PDB tinggi, tapi sumbangan pajaknya rendah, khususnya di sektor konstruksi. "Saya kira ini perlu ditingkatkan terutama basis pajak," katanya.
Adapun dalam Rancangan Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau RUU HPP, pemerintah menaikkan tarif PPN jadi 11 persen yang dilakukan per April tahun 2022.
Lebih jauh Tauhid menilai RUU HPP didahulukan untuk disahkan agar pemerintah bisa mengejar target defisit 3 persen di 2023. Dengan begitu, pemerintah masih membutuhkan dana sekitar Rp Rp 600-700 triliun pada 2023.
"Maka tanpa ada kenaikan sumber penerimaan negara khususnya pajak sangat sulit target defisit tersebut dicapai," kata dia.
Baca: Kunjungi Kilang Minyak RI Tertua di Plaju, Ahok: Meski Tua, Banyak Inovasi