TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu produk era Reformasi yang tidak kita temukan di masa lalu, baik itu Orde Sukarno maupun Orde Soeharto adalah laporan harta kekayaan pejabat.
Di zaman dahulu, seorang pejabat bisa dengan leluasa mengumpulkan harta kekayaan tanpa mempertanggungjawabkannya kepada rakyat. Dari mana asal-usul hartanya.
Di Era Reformasi, pejabat atau penyelenggara negara punya kewajiban memperbarui jumlah harta dan dari mana asal-usul hartanya. Laporan harta kekayaan itu disampaikan kepada KPK.
Belakangan, meski negeri ini masih dilanda pandemi, jumlah harta kekayaan para pejabat negara di Indonesia justru melonjak. KPK melaporkan bahwa sebanyak 70,3 persen harta kekayaan pejabat negara naik selama setahun terakhir. Padahal saat ini sedang di masa pandemi Covid-19 yang membuat banyak masyarakat terdampak secara ekonomi.
Selain itu, terdapat pula beberapa kasus kekayaan PNS yang menjadi sorotan karena jumlahnya yang besar. Salah satu kasus yang sempat mendapat sorotan adalah Kepala Sekolah SMK Negeri 5 Kota Tengerang, Nurhali yang dilaporkan memiliki kekayaan hingga Rp1,6 triliun.
Selain itu, ada pula laporan KPK yang mencatat Kepala Bagian Kesejahteraan (Kabag Kesra) Sekretariat Daerah Kabupaten Rokan Hulu, Riau, Umzakirman memiliki kekayaan berjumlah Rp1,8 triliun dan masuk ke dalam deretan pejabat terkaya.
Agar tidak menjadi kecurigaan dan sebagai proses transparansi sumber kekayaan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk juga pejabat negara perlu melaporkan jumlah harta kekayaannya.
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN) wajib diisi untuk menjaga integritas agar tidak terlibat dalam tindak praktik korupsi. Laporan ini dilakukan melalui Sistem Informasi Pelaporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (SIHARKA).
“LHKASN atau dokumen penyampaian daftar kekayaan ASN merupakan bentuk transparasi Aparatur Sipil Negara,” ujar Siti Mudayaroh, Kepala Subbagian Organisasi dan Tata Laksana Bagian Perencanaan, Organisasi, dan Hukum Sekretariat Inspektorat Jenderal Kementerian Agama RI.
Dilansir dari laman milik Kementerian Agama Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, terdapat sepuluh manfaat LHKPN dan LHKASN. Berikut manfaatnya:
- Sebagai bentuk ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
- Untuk penguatan dan pengujian integritas sehingga ASN takut melakukan tindak korupsi
- Untuk mencegah tindak korupsi dengan adanya transparasi
- Mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang
- Untuk mendeteksi konflik kepentingan antara tugas dan kepentingan pribadi
- Sebagai penyedia sarana dan perangkat kontrol
- Sebagai komponen penilaian Reformasi Birokrasi (RB)
- Sebagai syarat pengajuan penilaian ZI-WBK/WBBM
- Sebagai bentuk kerapihan administrasi dokumen di suatu instansi pemerintah
- LHKPN dan LHKASN dapat menentukan citra institusi
Pelaporan harta kekayaan oleh PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. Ketentuan mengenai kewajiban melaporkan harta kekayaan ini tercantum dalam pasal 4 huruf e yang berbunyi, “PNS wajib melaporkan harta kekayaan kepada pejabat berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”
MAGHVIRA ARZAQ KARIMA
Baca juga: Tak Laporkan Harta Kekayaan, PNS Bisa Turun Jabatan Hingga Dipecat