TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Keuangan DPR menyetujui anggaran Rp 44 triliun untuk Kementerian keuangan pada 2022. Jatah anggaran untuk kementerian yang dipimpin Menteri Sri Mulyani Indrawati ini naik Rp 992,78 miliar dari pagu awal Rp 43 triliun.
"Setuju, ya?" kata Ketua Komisi dari fraksi Golkar Dito Ganinduto dalam rapat kerja pada Rabu, 22 September 2021. Semua peserta rapat, termasuk Sri Mulyani, setuju dan Dito pun mengetuk palu pengesahan.
Sepanjang rapat, Sri Mulyani menerima berbagai catatan dari anggota dewan. Salah satunya terkait tambahan anggaran Rp 992,78 triliun ini. Tambahan anggaran ini diusulkan Sri Mulyani untuk program dukungan manajemen.
Anggaran ini bakal dipakai untuk tiga tujuan. Pertama untuk urusan penerimaan negara sebesar Rp 758,18 miliar. Di dalamnya ada infrastruktur Core Tax dan pemeliharaan Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP) terkait pajak. Lalu, pengembangan Customs-Excise Information System and Automation (CEISA) terkait bea cukai.
Kedua untuk urusan anggaran daerah sebesar Rp 83,78 miliar. Di dalamnya ada beberapa pengembangan, contohnya Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD). Lalu terakhir untuk smart data center dengan anggaran Rp 150,82 miliar.
Wakil Ketua Komisi dari fraksi PDI Perjuangan, mempertanyakan ke Sri Mulyani soal efektivitas dari program tambahan seperti Core Tax yang digunakan di Ditjen Pajak ini. "Program seperti ini seingat saya sudah sejak 2009, tapi kita tak pernah melihat, kapan efektif dijalankan?" kata dia.
Lalu ada juga anggota komisi dari fraksi Golkar, Puteri Komarudin, yang meminta agar program infrastruktur di bidang pajak ini bisa memperkuat Ditjen Pajak. Terutama, terkait insentif yang sekarang banyak diguyur oleh Ditjen Pajak. "Agar lebih tepat sasaran," kata dia.
Selanjutnya, ada juga Anis Byarwati yang mempertanyakan anggaran jumbo yang diguyur Sri Mulyani untuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sebab dari total anggaran Rp 9,3 untuk Badan Layanan Umum (BLU), BPDPKS dapat paling besar yaitu Rp 5,8 triliun.