Sektor lain yang terdampak adalah industri keramik, farmasi, baja hingga pertambangan. Khusus di industri farmasi terjadi PHK karena adanya penurunan produksi obat non COVID-19. Selain itu, industri baja, pertambangan, dan batu bara juga terjadi penurunan.
Dari data yang terkumpul di KSPI dari serikat pekerja tekstil garmen sepatu yang tergabung di SPN, pada bulan Juni 2021 saja telah terjadi PHK sebanyak 12.571 buruh di 13 perusahaan di Tangerang, Bogor, Bandung, Cimahi, dan Jawa Tengah.
Selain itu, serikat pekerja ASPEK Indonesia anggota KSPI lainnya telah melaporkan terjadi PHK di sektor retail, tol, Toserba hampir 8 ribu buruh. Misalnya saja di Giant 6.332 buruh, Indosat 700 buruh, JLJ 1.000 buruh, Ibis 100 buruh, Phyto Farma 350 buruh, Ramayana 100 buruh, G4S 100 buruh, dan Metropolitan Mall 50 buruh.
Di Purwakarta, kata Iqbal, ratusan buruh ter-PHK di industri komponen otomotif. Begitu pula dengan ribuan karyawan kontrak yang tidak diperpanjang kontraknya di puluhan pabrik komponen otomotif dan elektronik di kawasan industri Bekasi.
Said Iqbal menegaskan, bahwa hingga saat ini pihaknya belum melihat adanya investasi baru yang menyerap tenaga kerja. Tetapi yang ada, yang ada karyawan tetap dipecat dan direkrut baru. “Seolah-olah itu penyerapan tenaga kerja baru. Padahal bukan," ujarnya.
Karena itulah, pihaknya menilai bahwa omnibus law UU Cipta Kerja sudah terbukti gagal untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Justru yang terjadi, kata dia, PHK semakin mudah dilakukan.
"Dan jika pun ada perekrutan, statusnya diubah menjadi outsourcing atau karyawan kontrak yang tidak memberikan kepastian kerja dan kepastian pendapatan," tutur Luhut.
BACA: Menaker Ida Terbitkan Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja di Masa Pandemi
CAESAR AKBAR