TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memperkirakan penurunan anggaran pemulihan ekonomi atau PEN dalam postur RAPBN 2022 akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan berisiko terseret di batas bawah jika anggaran yang dikucurkan tidak bisa mendorong dunia usaha, daya beli masyarakat, hingga proses vaksinasi.
“Saya lihat pemerintah dengan skenario pertumbuhan 5 sampai 5,5 persen itu ketidakpastiannya tinggi. Tentu saja kalau anggaran PEN-nya dikurangi, pertumbuhan ekonomi bisa akan di level bawah karena PEN kan diharapkan mendorong dunia usaha, daya beli, dan tuntasnya program vaksinasi,” ujar Tauhid saat dihubungi pada Kamis, 19 Agustus 2021.
Pemerintah menurunkan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional dalam postur RAPBN 2022 seperti yang tercantum dalam Nota Keuangan. Anggaran yang pada 2021 ditetapkan sebesar Rp 744,75 triliun, tahun depan jumlahnya akan dipangkas tinggal Rp 321,2 triliun.
Dari postur RAPBN tersebut, Tauhid mengatakan pemerintah ingin menurunkan defisit anggaran menjadi 4,85 persen dari 5,82 persen pada tahun ini. Persoalannya, jika penanganan pandemi tidak optimal, masih ada kemungkinan peluang defisit RAPBN melebar akibat munculnya varian-varian baru virus corona.
“Vaksinasi mungkin baru bisa selesai di kuartal III 2021. Kami khawatir jika tidak terkawal, itu akan memberikan dampak daya dorong ke ekonomi yang kecil,” ujar Tauhid.
Selain itu, dengan penurunan PEN, insentif untuk dunia usaha akan berkurang. Jika kondisi ini terjadi, dunia usaha yang bergerak di sektor-sektor terdampak masih akan mengalami kesulitan karena kinerjanya belum pulih.
Jika insentif dikurangi, Tauhid mengatakan kebijakan itu harus dilakukan secara bertahap. Tauhid pun menyarankan pemerintah tetap menjamin restrukturisasi agar beban operasional dunia usaha dapat ditekan. “Kalau PEN berkurang, restrukturisasi jangan dicabut dulu,” ujar Tauhid.
Tauhid juga menyoroti postur anggaran lain-lain dalam RAPBN 2022 yang meningkat signifikan mencapai Rp 200 triliun. Dia menduga dana ini merupakan anggaran cadangan untuk bantuan sosial seumpama pandemi Covid-19 berkepanjangan.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Iskandar Simorangkir menjelaskan, bila dilihat secara keseluruhan dalam postur rencana anggaran 2022, komponen RAPBN sebetulnya justru lebih besar. Pemerintah, kata dia, telah memberikan ruang cadangan untuk berbagai penanganan PEN, termasuk vaksin hingga transfer ke daerah.
Ia menerangkan, dalam menyusun RAPBN 2022, pemerintah sudah melihat adanya perbaikan ekonomi. Selain itu, RAPBN pun difokuskan untuk prioritas kebutuhan penanganan pandemi.
“Dalam hal kondisi Covid masih belum begitu baik, sudah ada cadangan anggaran,” ujar Iskandar saat dihubungi melalui pesan pendek.
Baca Juga: BI Tetap Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Capai 4,3 Persen pada 2021