Kalaupun menempatkan pejabat sebagai komisaris BUMN, kata dia, boleh saja, tapi harus dipastikan bahwa pengawasan sepenuhnya dibiayai kementerian. Komisaris, kata dia, tidak boleh menerima gaji dan fasilitas apapun dari BUMN yang diawasi.
"Ini yang saya kira menjadi masalah ya. Ada diminta awasi tapi dibayarin oleh pihak yang diawasi, konflik kepentingan namanya," kata Danang.
Pengangkatan komisaris BUMN diatur dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Pasal tersebut berbunyi, "Anggota Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Persero tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya."
Adapun Peraturan Menteri (Permen) BUMN Nomor 10 Tahun 2020 mengatur soal rangkap jabatan komisaris BUMN. Namun, tidak dijelaskan jika birokrasi yang merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN.
Dalam Permen BUMN Nomor 10 Tahun 2020 soal rangkap jabatan disebutkan, "Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas dapat merangkap jabatan sebagai Dewan Komisaris pada perusahaan selain BUMN, dengan
ketentuan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan
sektoral."
HENDARTYO HANGGI
Baca juga: Mengapa Kemenkeu Paling Banyak Tempatkan Komisaris di BUMN?