TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri BUMN Erick Thohir, Arya Sinulingga, menanggapi sorotan Transparency International Indonesia soal banyaknya pejabat kementerian atau lembaga pemerintah yang menjadi komisaris Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
Menurut Arya, BUMN dimiliki pemerintah. Karena itu, kata dia, pemerintah menempatkan komisaris sebagai perwakilan pemerintah yang merupakan pemegang saham BUMN. Peran komisaris itu untuk mengawasi BUMN.
"Nah fungsi pengawasan ini adalah bagian dari tugas sebagai yang diberikan kepada pemegang saham kepada para komisaris," kata Arya yang juga komisaris PT Telkom Indonesia saat dihubungi, Kamis, 18 Juni 2021.
"Kalau bukan dari pemerintah yang jadi komisaris, lalu dari siapa yang mewakili pemegang saham? Apakah mungkin komisaris independen? Artinya komisaris pemegang saham dari luar? Apa landasan dan apa dasarnya sampai orang luar bisa mewakili pemegang saham dalam hal ini adalah pemerintah?" kata Arya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Danang Widoyoko menyoroti penempatan pejabat kementerian sebagai komisaris BUMN. Dia mengatakan komisaris dari kalangan birokrasi ada 249 orang atau 51,66 persen dari 106 BUMN.
Menurut Danang, penempatan birokrasi sebagai komisaris BUMN bisa memicu konflik kepentingan. Contohnya auditor BPKP yang menjadi komisaris BUMN. "Bagaimana dia melakukan audit (BUMN) kalau diminta presiden melakukan audit, jika pejabat-pejabatnya menjadi komisaris BUMN," kata dia.