Di sisi lain, S&P juga menggaris-bawahi laju pemulihan ekonomi Indonesia akan bergantung pada kecepatan dan efektivitas program vaksinasi. Dalam jangka menengah, S&P optimistis tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di atas rata-rata negara lainnya.
Kondisi itu, kata dia, didorong adanya berbagai kemudahan di bidang perpajakan serta fleksibilitas kebijakan ketenagakerjaan dalam Undang-undang Cipta Kerja yang membuka lapangan kerja. “Dengan rating yang diberikan oleh berbagai lembaga pemeringkat internasional, wajar kalau optimisme upaya vaksinasi yang dilakukan pemerintah akan menjadi kunci pemulihan ekonomi Indonesia sehingga diperkirakan tumbuh sebesar 4,5 persen pada 2021 dan 5,4 persen pada 2022,” ujar Ibrahim.
Sementara itu dari sisi eksternal, nilai tukar rupiah didorong oleh menguatnya dolar terhadap mata uang lainnya menyusul tren investor menunggu pertemuan Federal Reserve Amerika Serikat. Posisi nilai tukar mata uang juga terpengaruh oleh imbal hasil obligasi Amerika Serikat Treasury 10-tahun yang turun.
Imbal hasil turun setelah investor melihat adanya rencana Presiden Joe Biden untuk menggandakan pajak atas capital gain menjadi 39,6 persen bagi masyarakat yang berpenghasilan lebih dari US$ 1 juta dalam setahun. Kebijakan ini akan akan mendanai perawatan untuk anak-anak, pra-pendidikan taman kanak-kanak, dan cuti berbayar untuk pekerja sebesar US$ 1 triliun. Kemudian, nilai tukar juga terpengaruh oleh klaim jumlah pengangguran di Amerika yang mencapai level terendah selama 13 bulan terakhir.
Baca Juga: Kurs Rupiah Menguat di 14.497 per USD Usai BI Tahan Suku Bunga, Bagaimana Besok?