Bitcoin juga disebut 'tidak akan lulus tes' sebagai sebuah mata uang karena nilainya hanya didasarkan mata uang lain, yakni dolar Amerika Serikat. Hal ini berbeda dengan mata uang resmi negara-negara di seluruh dunia yang memiliki nilai pembanding dan penjamin berupa kekayaan negara dalam bentuk emas atau cadangan devisa.
6. Janet Yellen, Menteri Keuangan AS
Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengeluarkan peringatan tentang bahaya penggunaan Bitcoin karena legalitas dan stabilitas mata uang digital itu tidak jelas. "Sejauh ini digunakan, saya khawatir sering kali untuk keuangan gelap," ujarnya, Selasa, 23 Februari 2021.
Tak hanya itu, Yellen juga khawatir penggunaaan Bitcoin yang sulit dilacak bakal digunakan sebagai alat aktivitas ilegal. Fluktuasi harga Bitcoin juga menunjukkan mata uang ini tidak stabil.
5. BI dan Bappebti
Sementara di Indonesia, Bitcoin tetap legal dalam perdagangan berjangka komoditi, bukan alat pembayaran. Ada dua pernyataan regulator yang penting untuk disimak terkait Bitcoin.
Pertama, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan Bitcoin tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di tanah air. “Sejak awal kami sudah mengingatkan dan menegaskan Bitcoin tidak boleh sebagai alat pembayaran yang sah, demikian juga mata uang lain selain rupiah,” kata Perry dalam diskusi virtual, Kamis, 25 Februari 2021.
Kedua, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan telah menerbitkan regulasi untuk perdagangan mata uang kripto ini. Regulasi tersebut yaitu Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.
Bappebti pun telah menetapkan 229 jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik aset kripto, salah satunya adalah Bitcoin. Dengan demikian, untuk produk yang tidak masuk dalam daftar tersebut wajib dilakukan delisting.
Baca: Pesan Bill Gates soal Investasi Bitcoin: Jika Tak Sekaya Elon Musk, Hati-hati