Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot berada di level US$1784,25 per troy ounce pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Sementara itu di bursa berjangka Comex harga emas berada di level US$1.777,40 per troy ounce.
Sebelumnya, harga emas di pasar spot sempat turun menyentuh level US$1.760,67 per troy ounce, level terendah sejak 2 Juli 2020 silam.
Lebih lanjut Wahyu menuturkan, investor juga akan mencari aset yang masih undervalue, termasuk saham. Salah satunya, investor akan melirik saham di negara berkembang seperti Indonesia.
“Indonesia masih murah maka capital inflows akan masuk, tapi itu hot money, terpaksa masuk bukan karena fundamental, tapi karena sulitnya pilihan karena market AS sudah sangat mahal,” imbuhnya.
Kendati demikian, untuk jangka panjang Wahyu mengatakan emas masih berpotensi untuk menguat dan tetap menjadi aset pilihan untuk lindung nilai (hedging). Salah satu support untuk harga emas jangka panjang adalah kebijakan yang akan dikeluarkan The Fed.
“Proyeksi jangka pendek untuk harga emas di kisaran US$1.700—1.800 [per troy ounce]. Stimulus yang luar biasa mungkin bisa menunda bullish gold short or medium term. Namun, dalam jangka panjang teknikal masih berlaku, sangat jelas gold bullish,” papar dia.
BACA: Harga Emas Semakin Melemah, Saatnya Jual atau Tambah Koleksi?