TEMPO.CO, Jakarta - Pengembangan industri baterai kendaraan listrik di dalam negeri membutuhkan sejumlah insentif fiskal untuk meringankan ongkos produksi. Ketua Tim Percepatan Proyek EV Battery Nasional Agus Tjahajana Wirakusumah menyatakan telah menyerahkan usulan stimulus kepada pemerintah.
"Kami memberikan isyarat kepada kementerian terkait dari sekarang agar bisa dilakukan studi terlebih dahulu," ujarnya kepada Tempo, Jumat 12 Februari 2021.
Salah satu stimulus yang diusulkan berkaitan dengan pemanfaatan nikel berkadar rendah. Agus berharap Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersedia mengatur royalti khusus bagi komoditas tersebut, layaknya batubara. Tarif royalti batubara untuk program gasifikasi akan direlaksasi hingga 0 persen oleh pemerintah.
Agus mengatakan saat ini nikel berkadar rendah tak banyak dimanfaatkan. Namun ke depan komoditas ini bisa menjadi bahan baku baterai. "Kami berharap jangan dihitung sama dengan nikel kadar tinggi," kata dia.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian ESDM, iuran produksi nikel dibagi menjadi tiga kategori. Bijih nikel dipatok sebesar 10 persen dari harga jual per ton.
Sementara royalti produk pemurnian berkisar antara 1,50 persen hingga 5 persen. Kategori lainnya adalah windfall profit untuk harga nickel matte di atas US$ 21 ribu per ton sebesar 1 persen dari harga jual tiap tonnya.