"Mungkin akan ada sedikit dorongan jika SWF milik pemerintah dapat berjalan baik, sehingga dapat memberi peluang bagi korporasi infrastruktur untuk mengambil fasilitas kredit," sebutnya.
Selanjutnya untuk korporasi swasta, Aviliani mengatakan masih tingginya kecenderungan wait and see pelaku usaha pada awal tahun ini. Konsumsi masyarakat pun tak begitu baik lantaran belum melandainya angka pengangguran dan kemiskinan.
Sementara itu, masyarakat kelas menengah atasnya pun tak begitu percaya pada kondisi ekonomi dan mulai menahan belanjanya kembali. Meski demikian, Aviliani memandang relaksasi dari otoritas pengawas akan sangat membantu.
"Namun, tetap saja, relaksasi tanpa ada dorongan ekonomi yang kuat dari pemerintah dan pelaku usaha, maka tidak akan dapat membantu banyak," katanya.
Adapun, OJK mengeluarkan relaksasi kebijakan prudensial yang sifatnya temporer yakni; restrukturisasi kredit/pembiayaan berulang selama periode relaksasi dan tanpa biaya yang tidak wajar/berlebihan, penurunan bobot risiko kredit (ATMR) untuk Kredit dan Pembiayaan Properti serta Kredit dan Pembiayaan Kendaraan Bermotor, serta penyesuaian Batas Maksimum Pemberian Kredit dan Penurunan bobot risiko kredit (ATMR) untuk sektor kesehatan.
BISNIS
Baca juga: OJK Yakin Kredit Perbankan Tumbuh Sekitar 7,5 Persen pada 2021