Di sisi lain, komitmen Jepang untuk lebih terbuka dalam membuka pasar jasanya disebut Agus bisa menjadi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor. Jepang tercatat berkomitmen membuka akses terhadap 12 sektor jasa yang terdiri atas 147 subsektor. Sebaliknya, komitmen Indonesia hanya mencakup 11 sektor jasa atau 48 subsektor.
“Akademisi memperkirakan secara kumulatif nilai ekspor jasa Indonesia akan meningkat, terutama di sektor transportasi udara dan laut serta sektor pendukung seperti asuransi dan konstruksi,” tutur Agus.
Adapun potensi kenaikan ekspor jasa Indonesia ke Jepang pun ditaksir meningkat dari US$ 629,8 juta pada 2020 menjadi US$ 891,8 juta pada 2025. Sementara tanpa AJCEP, kenaikan ekspor pada hanya akan mencapai US$ 831,6 juta.
Selain itu, impor jasa dari Jepang pun diperkirakan akan melampaui ekspor Indonesia jika amandemen AJCEP tidak diimplementasikan. “Impor sektor jasa selama 2020-2025 akan meningkat dengan nilai US$ 864,6 juta atau lebih kecil dari kenaikan ekspor. Namun jika tanpa AJCEP impor akan melampaui jumlah ekspor,” kata Agus.
Selain pertumbuhan ekspor jasa, Agus pun menyampaikan bahwa implementasi protokol perubahan AJCEP dapat mendongkrak investasi dari Jepang sebesar 3-5 persen sampai 2024 berdasarkan kajian prognosis. Nilai investasi diproyeksikan mencapai US$ 6,25 miliar pada tahun tersebut. Adapun investasi Jepang sempat mencapai level tertinggi pada 2016 dengan nilai US$ 5,4 miliar.
BISNIS
Baca: Kembangkan Mobil Listrik di RI, Toyota Siapkan Investasi Hingga Rp 28,3 Triliun