Peneliti AURIGA Nusantara dan juga anggota Forum, Mouna Wasef, menambahkan bahwa sepanjang 2007-2016, total ekspor pulp larut Indonesia tercatat sebanyak 150.000 ton, namun Cina mencatat mengimpor pulp larut dari Indonesia sebanyak 1,1 juta ton. “Padahal, sepanjang periode tersebut hanya TPL yang memproduksi pulp larut di Indonesia,” tambah Mouna.
Perusahaan pemasaran produk TPL di Makau pada saat itu adalah DP Marketing International Limited (DP Macao). Berdasarkan kontrak keagenannya, ujar Mona, DP Macao tampak berperan sebagai agen tunggal pemasaran dan penjualan produk TPL di luar negeri, termasuk penjualan terhadap afiliasinya yang lain. Tidak ditemukan catatan adanya penjulan TPL ke luar negeri yang tidak melalui DP Macao.
Sebaliknya, tidak ditemukan petunjuk DP Macao membeli produk sejenis selain dari TPL. Selama 2007–2016, TPL tampak salah-lapor jenis pulp ekspornya, dengan mengklasifikasi pulp larut sebagai pulp kelas-kertas yang nilainya lebih rendah, saat melakukan penjualan ke DP Macao.
Namun, ujar dia, ketika kemudian menjualnya ke para pembeli di Tiongkok, DP Macao terindikasi menerbitkan faktur penjualan pulp larut, tentu pada yang harga jauh lebih tinggi. Dengan demikian, DP Macao mendapatkan sebagian besar nilai perdagangan pulp larut yang diproduksi TPL selama 2007-2016.
Mengingat bahwa Makau adalah yurisdiksi bertarif pajak rendah, pengaturan penjualan seperti ini patut diduga sebagai upaya penghindaran kewajiban pajak badan di Indonesia.