TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi Forum Pajak Berkeadilan merilis sebuah laporan bertajuk “Mesin Uang Makau”. Dalam laporan tersebut, koalisi mengidentifikasi adanya dugaan praktik pengalihan keuntungan dan kebocoran pajak pada ekspor pulp larut Indonesia. Praktik ini diperkirakan mengakibatkan kebocoran pajak dengan potensi sebanyak Rp 1,9 triliun.
Direktur Eksekutif Perkumpulan PRAKARSA sekaligus juru bicara Forum, Ah Maftuchan menjelaskan bahwa praktik pengalihan keuntungan itu dilakukan dengan salah-klasifikasi kode sistem harmonisasi (harmonized systems-HS). Kode HS ini menjadi standar pengkodean barang dalam perdagangan internasional.
“Kami meyakini adanya indikasi bahwa praktik ini berhubungan dengan upaya penghindaran pajak oleh PT Toba Pulp Lestari Tbk pada periode 2007-2016 dan APRIL Grup pada periode 2016-2018,” ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan PRAKARSA sekaligus juru bicara Forum, Ah Maftuchan, dalam keterangan tertulis, Selasa, 3 November 2020.
TPL, menurut Maftuchan, tercatat menjual pulp larut ke perusahaan pemasarannya di Makau, salah satu negara surga pajak. Pulp tersebut dicatatkan dengan kode HS 470329, kode perdangangan untuk pulp kelas-kertas.
Namun, penelisikan terhadap data perdagangan antar-negara menunjukkan bahwa
otoritas di Cina justru mencatat menerima kiriman dissolving pulp dari Indonesia. Dissolving pulp (pulp larut) tercatat dengan kode HS 470200, dan harganya jauh lebih tinggi dibanding pulp grade kertas.