TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengupayakan percepatan pemulihan kinerja industri jasa keuangan di 2021. Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengungkapkan hingga akhir September lalu baik industri keuangan bank maupun non bank masih mencatatkan pelemahan kinerja, meski kondisinya sudah lebih baik dibandingkan periode April-Juni.
Hal itu sejalan dengan aktivitas dunia usaha dan konsumsi domestik yang mulai kembali menggeliat. “Namun kami memandang pemulihannya masih akan memakan waktu lebih lama,” ujarnya dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Senin 2 November 2020.
Pertumbuhan kredit perbankan tercatat masih terkontraksi, yaitu hanya tumbuh 0,12 persen pada September 2020. Kondisi tersebut disebabkan oleh kinerja penyaluran kredit kelompok bank umum swasta nasional yang mengalami perlambatan secara bulanan -0,27 persen.
Wimboh mengatakan pertumbuhan kredit umumnya masih ditopang oleh kredit bank milik pemerintah (Himbara), sedangkan berdasarkan kategori permodalan atau BUKU didominasi oleh bank BUKU 2 dan 4 yang mencapai 68 persen dari total portofolio.
“Belum kuatnya permintaan kredit ini mencerminkan sikap sektor swasta yang masih berhati-hati atau wait and see terhadap outlook risiko ke depan,” kata Wimboh. Dengan demikian, kinerja intermediasi di 2021 diproyeksi belum akan sepenuhnya bergulir cepat, mengingat perbankan juga masih dalam tahap konsolidasi di 2021.
OJK pun memutuskan untuk memperpanjang stimulus relaksasi kredit berupa restrukturisasi baik di perbankan, perusahaan pembiayaan, maupun lembaga keuangan mikro hingga Maret 2022. Semula, kebijakan ini diharuskan selesai pada Maret 2021.