Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan pada masa konsolidasi tersebut, perbankan diharapkan untuk mulai menyiapkan antisipasi adanya potensi gagal bayar dari nasabah-nasabah yang sebelumnya telah dibantu melalui restrukturisasi.
“Masing-masing harus melakukan asesmen untuk mengukur kemungkinan nasabah-nasabah restrukturisasi yang tidak berhasil dan harus dibentuk cadangannya,” ucapnya. Dengan demikian, perpanjangan kebijakan itu akan menekankan pada penerapan manajemen risiko bank yang lebih memadai. Adapun hingga 5 Oktober 2020, realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan telah mencapai Rp 914,65 triliun untuk 7,53 juta debitur.
Selain restrukturisasi kredit, OJK juga tengah menyiapkan perpanjangan beberapa stimulus lanjutan, seperti pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah (loan at risk) dalam penilaian tingkat kesehatan bank, tata kelola persetujuan kredit restrukturisasi, hingga penundaan implementasi Basel III.
Tak hanya industri perbankan, industri keuangan non bank juga bersiap untuk mulai bangkit di tahun depan. Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi mengatakan peluang perbaikan terbuka, misalnya untuk industri asuransi yang tercermin dari kemampuan penghimpunan premi yang kembali stabil.
“Baik asuransi jiwa, asuransi umum, maupun reasuransi kami yakin masih bisa bertumbuh,” ucapnya. Guna mendorong pertumbuhan tersebut, otoritas tengah menyiapkan sejumlah regulasi untuk mendorong performa penghimpunan premi di tengah pandemi, salah satunya terkait produk asuransi yang dikaitkan dengan investasi (PAYDI).