Menurut mereka, perlawanan dari kelompok politik dan sosial akan lahir ketika Omnibus Law ini memberikan perlindungan yang lebih lemah kepada para pekerja. Efeknya akan terjadi pada produktivitas pekerja dalam waktu dekat.
Kedua yaitu Fitch Ratings yang mengatakan bahwa dampak dari Omnibus Law ini butuh waktu dan tidak akan segera dirasakan. Efek dari reformasi sejumlah aturan ini akan tergantung pada implementasi di lapangan.
Sebab, Omnibus Law ini membutuhkan sejumlah aturan turunan seperti ketentuan ketenagakerjaan. "Sementara, aturan baru ini juga berhadapan dengan protes dari kelompok buruh," tulis Fitch dalam laporan pada 14 Oktober 2020.
Tak hanya itu, Fitch juga menyinggung rencana Indonesia menurunkan pesangon. Menurut mereka, sekalipun turun hingga 40 persen dari sebelumnya, investor asing melihat ini masih cukup tinggi dan akan menjadi perhatian mereka.
Meski demikian, kedua lembaga ini tetap melihat ada dampak positif di Omnibus Law. Sri Mulyani mengatakan bahwa Moody's menilai UU ini akan menarik investasi untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Sementara itu, Fitch Rating menilai UU ini akan berdampak positif terhadap reformasi penyelesaian iklim berusaha. Tapi, Sri Mulyani membenarkan bahwa Fitch memberi penilaian soal implementasi dari Omnibus Law.
"Implementasi UU ini sangat menentukan dampak ke potensi pertumbuhan jangka panjang," demikian Sri Mulyani mengutip laporan dari Fitch.
Baca: Pasal Migas di Omnibus Law UU Cipta Kerja, Tercantum Meski Tak Pernah Disetujui