TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menyatakan sanksi perpajakan dalam Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja lebih rendah dari sanksi yang diatur di Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pasalnya, di UU Cipta Kerja, sanksi perpajakan menyesuaikan tingkat bunga yang berlaku.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mencontohkan, sanksi yang dikenakan atas kekurangan atau keterlambatan membayar pajak saat ini sebesar dua persen per bulan. "Dalam RUU Cipta Kerja diubah menyesuaikan tingkat bunga yang berlaku dibagi 12,” katanya dalam jumpa pers daring APBN Kita di Jakarta, Senin, 19 Oktober 2020.
Suryo menyebutkan alasan penggunaan tingkat suku bunga yang berlaku karena keterlambatan pembayaran pajak berefek kepada nilai uang. Adapun mekanisme penghitungannya adalah tingkat suku bunga ditambah tambahan 5 persen, karena pembetulan SPT kemudian dibagi 12.
“Tingkat bunga misalnya 6 persen ditambah 5 persen. Karena pembetulan SPT dibagi 12, jadi kurang dari 1 persen hasilnya apabila dibandingkan dengan posisi sanksi saat ini 2 persen per bulan,” kata Suryo.
Namun, kata Suryo, pengenaan sanksi 100 persen dikenakan atas pengungkapan yang tidak benar pada saat wajib pajak diperiksa bukti permulaannya. Angka 100 persen itu juga lebih rendah dari pengenaan yang saat ini berlaku dalam Undang-Undang KUP.