TEMPO.CO, Jakarta - Proses merger bank syariah nasional dimulai dengan penandatanganan perjanjian penggabungan atau conditional merger agreement (CMA) pada Senin petang, 12 Oktober 2020. Ketiganya adalah PT Bank BRI Syariah (Tbk), PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank BNI Syariah.
Proses penggabungan anak usaha bank milik negara ini ditargetkan rampung pada Februari 2021. “Setelah merger, bank syariah akan menempati posisi ketujuh atau atau kedelapan top ten perbankan di Indonesia,” ujar Ketua Tim Project Management Office (PMO) sekaligus Wakil Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Hery Gunardi dalam konferensi pers yang dihelat secara virtual pada Selasa, 13 Oktober 2020.
Proses merger membutuhkan waktu relatif lama lantaran manajemen harus lebih dulu mengurus izin persetujuan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Manajemen pun mesti memperoleh restu dari pemegang saham melalui mekanisme rapat umum pemegang saham.
Hery belum mendetailkan tentang rencana pengembangan bank syariah ke depan. Ia hanya menyebut bahwa pada 20 Oktober nanti, PMO bakal mengumumkan hal-hal terkait peta bisnis bank setelah merger, komposisi pemegang saham, layanan bank, serta rencana lainnya.
Dihimpun Tempo, berikut ini sejumlah fakta terkait penggabungan bank syariah.
Bank BRI Syariah jadi survivor
Bank BRI Syariah akan menjadi survivor alias cangkang, yakni entitas yang menerima penggabungan (surviving entity). Musababnya, BRI Syariah sudah lebih dulu melantai di bursa efek ketimbang dua bank lainnya. Sebagai perusahaan terbuka, nantinya pembiayaan bank syariah diperkirakan terus bertumbuh setidaknya mencapai rata-rata laju pertumbuhan majemuk tahunan yang sebesar 15-17 persen per tahun.