Di sisi lain, kata dia, terlihat terjadi perlambatan ekonomi di Agustus 2020 di tandai dengan deflasi sebesar 0,05 persen. Angka inflasi secara year to date menjadi 0.93 persen dan inflasi tahunan atau year on year menjadi 1,32 persen. "Pandemi Covid-19 telah memukul daya beli masyarakat sehingga permintaan barang dan jasa turun," ujar Hans.
Hal ini berdampak pada peluang konsumsi masyarakat turun, sehingga berpeluang membuat pertumbuhan ekonomi di Kuartal III kembali negatif. Ia mengatakan pasar berharap pemerintah bisa mengefektifkan belanjanya sehingga diharapkan mampu membawa ekonomi keluar dari resesi pada kuartal IV. "Belanja fiskal menjadi satu-satunya harapan pemulihan ekonomi saat ini."
Selanjutnya, Hans mengatakan kabar mengenai rencana revisi Undang-undang tenang Bank Indonesia menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan. "Memang belum dapat dipastikan kabar ini tetapi menjadi sentimen negatif bagi pasar keuangan dan membuat pelaku pasar menjadi berhati-hati," ujarnya.
Hans berujar para pelaku pasar mewaspadai isu tersebut lantaran dengan kebijakan itu Bank Indonesia terancam tidak independen lagi karena akan berada di bawah Dewan Moneter yang dikepalai Menteri Keuangan.
Kondisi tersebut, kata dia, dikhawatirkan akan memengaruhi kebijakan moneter yang selama ini digawangi Bank Indonesia. Termasuk dengan adanya kebijakan berbagi beban antara pemerintah dan bank sentral yang diperpanjang sampai 2022.
"Lalu isu mengenai Bank Indonesia yang selama ini lebih fokus pada stabilitas ekonomi dengan menjaga inflasi, mendapatkan tugas tambahan untuk mendukung penciptaan lapangan kerja. Belum lagi rumor pengawasan sektor keuangan tidak akan terintegrasi lagi menambah ketidakpastian pasar," ujar Hans.