Sedangkan di Mahesa, Aakar ditengarai memiliki 70 persen saham dari total 500 saham atau setara dengan Rp 350 juta. Di perusahaan konsultan keuangan itu dia menjabat sebagai komisaris utama. Kemudian, di Amarta Janus Indonesia, Aakar menjabat sebagai direktur utama dengan kepemilikan 80 persen saham. Jumlah itu setara dengan Rp 1,6 miliar.
Jouska sebeumnya telah menghentikan kegiatan operasional sementara. Merebaknya kasus ini dimulai dari keluh-kesah klien perusahaan perencana keuangan terhadap kinerja investasi yang jeblok.
Dalam operasinya, Jouska melakukan kegiatan seperti penasihat investasi sebagaimana dimaksud dalam UU Pasar Modal, yaitu pihak yang memberi nasihat (advisory) kepada pihak lain mengenai penjualan atau pembelian efek dengan memperoleh imbalan jasa.
Otoritas Jasa Keuangan menemukan Jouska melakukan kerja sama dengan Mahesa Strategis Indonesia dan Amarta Investa Indonesia dalam pengelolaan dana nasabah seperti kegiatan manajer investasi.
Dalam wawancara kepada Tempo sebelumnya, Aakar mengakui menjadi komisaris dan ikut mendirikan Mahesa. Perusahaan itu didirikan karena ada permintaan dari koleganya para sales sekuritas agar disediakan tempat bersama.
Di sana, Aakar mengatakan lebih banyak bertindak sebagai investor. Walau, saat ini dia masih menjabat sebagai komisaris tersebut. "(Sampai sekarang) masih sebagai komisaris," kata Aakar.
Sehingga, Aakar pun mengakui dia tidak melakukan pengawasan maksimal di dua perusahaan ini. "Kalau pengawasan seperti apa, ya lalai," katanya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | FAJAR PEBRIANTO
Baca juga: Aakar Abyasa Blak-blakan Soal Sengketa 63 Klien Jouska