Saya setuju bahwa bank sentral yang independen adalah hal penting bagi untuk kerangka kerja ekonomi jangka panjang. Namun, masalah kebijakan moneter harus diutamakan dari independensi di saat krisis Covid-19 saat ini.
"Ketika sektor riil membutuhkan suku bunga rendah, dibandingkan aliran modal asing dan mata uang yang lebih kuat," ujar Satria, Senin, 31 Agustus 2020.
Satria menilai reformasi yang dilakukan bank sentral terjadi secara global, tidak hanya di Indonesia. Ini terjadi akibat peningkatan keraguan atas kearifan ekonomi konvensional.
Sementara itu, ekonom Institut Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi mengatakan dirinya sangat tidak setuju, terutama melihat pasal 9 dari UU nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) yang menegaskan soal independensi BI.
"BI cukup prudent, jika independensinya dihilangkan. Itu ada pengaruhnya ke pasar finansial," kata Eric.
Hal tersebut, menurut Eric, dapat memicu kekhawatiran pasar karena ditakutkan intervensi dari pemerintah akan mempengaruhi kebijakan moneter bank sentral, termasuk inflation targetitng framework. Jika bank sentral sewaktu-waktu diharuskan menginjeksi uang, investor pasti akan mengkhawatirkan real return-nya.
Selain itu, dia juga mempertanyakan nasib independensi BI ketika Dewan Moneter dapat mengarahkan kebijakan moneter bank sentral, sementara dewan tersebut dipimpin oleh Menteri Keuangan. "Itu ke depan jadi sumber konflik, kalau tidak ada kejelasan strukturnya," ujar Eric.
BISNIS
Baca juga: Sri Mulyani: Sudah 20 Tahun Lebih Utang BLBI Belum Lunas