TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu poin yang menjadi sorotan dalam revisi Undang-undang Nomor 23 Tahun 199 tentang Bank Indonesia adalah pengajuan terkait dengan penghapusan pasal 9 pada beleid tersebut. Pasal itu menyebutkan pihak lain dilarang melakukan segala bentuk campur tangan terhadap pelaksanaan tugas BI.
Selain itu, beleid tersebut juga menegaskan BI wajib menolak atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
Dalam rencana UU baru tersebut, pasal tersebut dihapus dan digantikan dengan pasal 9a, b dan c. Dalam matriks persandingan antara UU lawas dan RUU amandemen BI, pemerintah justru menambahkan Dewan Moneter pada pasal 9a.
Dewan Moneter memimpin, mengkoordinasikan, dan mengarahkan kebijakan moneter sejalan kebijakan umum Pemerintah di bidang perekonomian. Dewan Moneter terdiri dari 5 anggota.
Kelima anggota Dewan Moneter itu adalah Menteri Keuangan dan satu orang menteri yang membidangi perekonomian; Gubernur Bank Indonesia dan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia; serta Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.
Dewan Moneter diketuai oleh Menteri Keuangan. Pasal baru ini memicu pro dan kontra ketika Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) tengah membuat draf Revisi Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut.
Kepala Ekonom Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro mengatakan ini adalah waktu yang tepat untuk Bank Indonesia yang selama ini menjunjung inflation targeting framework (ITF) untuk lebih relevan dengan mandat pemerintah, terutama terkait dengan pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja.