TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Febrio Nathan Kacaribu mengatakan penerapan skema anyar pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN atas barang hasil pertanian tertentu seperti termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 89/PMK.010/2020 bakal menambah penerimaan negara sekitar Rp 300 miliar.
"Hitung-hitungan kami, dampak PMK ini terhadap delta penerimaan PPN tahun ini tidak terlalu besar, sebab kita tinggal beberapa bulan lagi akhir tahun 2020, sekitar Rp 300 miliar," ujar Febrio dalam konferensi video, Kamis, 6 Agustus 2020.
Dia mengatakan tambahan penerimaan itu tidak terlalu besar lantaran tujuan dari beleid anyar tersebut memang dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum, ketimbang untuk meraup penerimaan pajak tambahan. Sebelumnya, pemerintah pernah memberikan fasilitas perpajakan bagi sektor pertanian berupa pembebasan PPN melalui PP 12 Tahun 2001 stdtd. PP 31 tahun 2007.
Namun, pada 2013, fasilitas tersebut dicabut oleh putusan Mahkamah Agung No 70 P/Hum/2013, sehingga atas penyerahan barang hasil pertanian menjadi terutang PPN. Sejak putusan tersebut dicabut hingga saat ini, petani masih merasa kesulitan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Sehingga kemudahan yang ditawarkan PMK anyar tersebut dinilai dapat menjadi penyelesaiannya.
"Pesannya bukan pada nilai penerimaan PMK ini, tapi lebih kepada berikan kepastian hukum. Makanya tadi diceritakan bahwa teman-teman sektor pertanian sudah menunggu keluarnya PMK ini, pointnya di sana bukan berapa nilai delta tambahan penerimaan dari aturan ini," ujar dia.
Berdasarkan aturan, produk pertanian adalah barang kena pajak yang atas penyerahannya dari petani atau kelompok petani dengan peredaran usaha di atas Rp 4,8 miliar kepada pembeli, dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif 10 persen dari harga jual. Sebagaimana mekanisme PPN, petani mesti memenuhi kewajiban PPN-nya dengan memperhitungkan seluruh pajak masukan yang sudah dibayar, misalnya pajak atas pembelian pupuk, kemudian menyetorkan sisanya ke kas negara.
Untuk memberikan kesederhanaan, petani dan kelompok petani dapat memilih menggunakan nilai lain sebagai dasar pengenaan pajak yaitu 10 persen dari harga jual, sehingga tarif efektif PPN menjadi 1 persen dari harga jual. Berbagai barang hasil pertanian yang dapat menggunakan nilai lain adalah barang hasil perkebunan, tanaman pangan, tanaman hias & obat, hasil hutan kayu, dan hasil hutan bukan kayu.
“Sekarang, petani dapat memilih untuk menggunakan mekanisme nilai lain, atau mekanisme normal. Untuk menggunakannya, petani hanya perlu memberitahukan kepada DJP terkait penggunaan mekanisme nilai lain tersebut pada saat menyampaikan SPT Masa PPN," kata Febrio.
Badan usaha industri yang membeli dari petani ditunjuk sebagai pemungut PPN 1 persen dan tetap dapat mengkreditkan PPN tersebut sebagai pajak masukan. Pemungutan oleh badan usaha industri ini diharapkan semakin meningkatkan kemudahan bagi petani dan kelompok petani.
CAESAR AKBAR