TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Zulkifli Zaini menjelaskan asal-muasal kerugian perseroan yang ditanggung selama triwulan I 2020 sebesar Rp 38,78 triliun. Zulkifli mengatakan kerugian itu bersumber dari perbedaan nilai tukar rupiah terhadap dolar.
“Kerugian triwulan I merupakan kerugian yang sifatnya rugi kurs akibat adanya perbedaan kurs dolar pada 31 Desember 2019 dengan 21 Maret 2020 saat laporan keuangan disampaikan,” ujar Zulkifli saat rapat dengar pemerintah DPR dengan PLN, Kamis, 25 Juni 2020.
Zulkifli menjelaskan, berdasarkan praktik korporasi, harga kurs sebagai basis perhitungan ditetapkan sesuai dengan harga dolar saat laporan keuangan dibuat. Meski mengalami kerugian, ia menekankan perusahaan terus menjaga likuiditas keuangan secara bijaksana dan konservatif.
Saat ini, Zulkifli menyatakan PLN telah bekerja sama dengan himpunan bank milik negara (Himbara) yang memberikan dukungan kepada perusahaan sebesar Rp 28 triliun. Di samping itu, PLN telah mencadangkan money market line sebesar Rp 7 triliun yang rencananya akan diperbesar menjadi Rp 15-20 triliun.
“PLN pun mengusahakan pinjaman internasional dengan bunga sangat rendah dari pasar global untuk menstabilkan keuangan perusahaan dalam jangka panjang untuk keberlangsungan bisnis,” tutur Zulkifli.
Laporan keuangan PLN pada kuartal pertama 2020 memperlihatkan kerugian pada periode tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk senilai Rp 38,87 triliun. Realisasi itu berbalik dari keuntungan Rp 4,14 triliun per 31 Maret 2019.
Dari laporan itu terlihat PLN mengantongi pendapatan penjualan tenaga listrik Rp 70,24 triliun. Angka ini naik 5,08 persen secara tahunan pada kuartal I tahun 2020. PLN juga memperoleh pendapatan dari penyambungan pelanggan sebesar Rp 1,83 triliun per 31 Maret 2020. Nilai tersebut naik 13,87 persen dari periode yang sama tahun lalu.
Selain itu, PLN memiliki tambahan pendapatan usaha lain-lain senilai Rp 622,61 miliar di periode waktu yang sama. Dengan demikian, total pendapatan perseroan mencapai Rp 72,7 triliun atau tumbuh 5,48 persen secara year on year (yoy).
Dari sisi beban usaha, perusahaan setrum milik negara itu mengeluarkan beban bahan bakar dan pelumas Rp 30,72 triliun pada kuartal I/2020 atau turun 6,78 persen secara tahunan. Beban pembelian tenaga listrik naik 29,47 persen yoy menjadi Rp 25,83 triliun.
Kemudian, beban sewa tercatat naik 7,06 persen secara tahunan menjadi Rp 1 triliun. Kondisi itu serupa dengan beban pemeliharaan yang naik 3,23 persen secara tahunan menjadi Rp 4,35 triliun.Sementara beban kepegawaian turun dari Rp 5,61 triliun pada kuartal I/2019 menjadi Rp 5,6 triliun. Penyusutan aset tetap sebesar Rp 8,8 triliun, penyusutan aset hak guna Rp 698,68 miliar, dan beban lain-lain Rp1,77 triliun kuartal I/2020.
Jadi, total beban usaha PLN pada kuartal I tahun 2020 ini mencapai Rp 78,79 triliun. Posisi itu naik 7 persen dari Rp 73,63 triliun periode yang sama tahun lalu.
Dengan begitu, secara total terlihat beban usaha naik lebih tinggi dari pendapatan usaha PLN. Perseroan membukukan rugi usaha sebelum subsidi Rp 6,09 triliun pada kuartal I/2020 atau naik 29,13 persen dari Rp 4,71 triliun per 31 Maret 2019.
BISNIS