TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto mengatakan kondisi neraca perdagangan perlu diwaspadai, walaupun mengalami surplus perdagangan pada Mei 2020. "Kalau kita lihat,terciptanya surplus ini kurang menggembirakan karena ekspor mengalami penurunan 28,95 persen (year-on-year). Impornya turun jauh lebih dalam 42,20 persen (yoy)," ujar Suhariyanto dalam konferensi video, Senin, 15 Juni 2020.
Berdasarkan catatan BPS, semua komponen impor mengalami pertumbuhan negatif, baik secara bulanan alias month to month, maupun tahunan atau year on year. Tercatat, impor barang konsumsi tumbuh -39,83 persen (yoy), bahan baku -43,03 persen, dan barang modal -40 persen. Sehingga, total impor tumbuh negatif 42,20 persen year-on-year.
"Impor bahan baku dan modal perlu diperhatikan dan diwaspadai karena akan berpengaruh besar terhadap pergerakan industri dan berpengaruh ke perdagangan," ujar Suhariyanto. Sementara itu, impor bahan modal bisa berpengaruh kepada komponen investasi dan pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran.
Di sisi ekspor, komponen yang mengalami pertumbuhan pada Mei 2020 adalah ekspor minyak dan gas. Tercatat, ekspor migas naik 15,64 persen dibanding bulan April 2020. Meskipun demikian, apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, angkanya anjlok hingga 42,64 persen.
Di samping ekspor migas, dibandingkan tahun lalu ekspor pertanian tumbuh minus 25,48 persen, industri pengolahan -25,9 persen, dan industri pertambangan -38,11 persen. Sehingga, total ekspor tumbuh minus 28,95 persen ketimbang tahun lalu.
Dengan data-data tersebut, secara umum, BPS mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus pada Mei 2020. Rinciannya, ekspor dari Tanah Air tercatat sebesar US$ 10,53 miliar. Sedangkan, impor tercatat sebesar US$ 8,44 miliar. "Jadi neraca perdagangan mengalami surplus US$ 2,1 miliar," ujar Suhariyanto.