TEMPO.CO, Jakarta - Instrumen investasi reksa dana belakangan ini menjadi isu hangat di kalangan masyarakat. Selasa lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mensuspensi pembelian dan switching untuk 7 produk reksa dana kelolaan manajer investasi PT Sinarmas Asset Management atau Sinarmas AM.
Menurut Sinarmas AM, hal ini terjadi karena volatilitas harga obligasi dan mengetatnya likuiditas di pasar saat ini telah membuat perseroan kesulitan mencapai harga jual wajar.
Belum lagi, sejak tahun lalu, ada beberapa kasus dugaan gagal bayar investasi reksa dana. Misalnya saja kasus dugaan gagal bayar reksa dana Narada, Emco Asset Management, hingga Kresna Asset Management. Pada kasus Emco, produk reksa dana ditawarkan dengan imbal hasil tetap 10-10,5 persen dengan tenor tiga hingga dua belas bulan.
Lantas, amankah berinvestasi di reksa dana?
Perencana keuangan dari Finansia Consulting Eko Endarto mengatakan sampai saat ini reksa dana masih menjadi produk investasi yang bisa dipertanggungjawabkan. Terlebih, masih ada OJK sebagai regulator yang bertugas mengawasi dan mengatur instrumen investasi tersebut.
"Jadi minimum kalau ada apa-apa kita bisa bertanya ke mereka, berbeda dengan investasi forex di luar negeri atau di internet itu kan enggak jelas siapa regulatornya, itu lebih berbahaya," ujar Eko kepada Tempo, Kamis, 28 Mei 2020.
Dengan adanya regulator, para nasabah bisa merasa lebih aman. Misalkan saja menarik dana dan uangnya tak kunjung cair, nasabah bisa bertanya kepada OJK.
Di samping itu, Eko mengatakan sistem reksa dana di Indonesia pun mewajibkan manajer investasi untuk membeli kembali produknya apabila nasabah hendak menjual. Walaupun, uang yang kembali belum tentu sama persis dengan nilai pembelian karena bergantung kepada fluktuasi harga di pasar. "Uang bisa kembali, kecuali ada penyelewengan."
Adapun suspensi yang terjadi pada produk-produk Sinarmas Asset Management, menurut Eko, adalah bagian dari perlindungan nasabah oleh OJK. Suspensi dilakukan untuk meminta penjelasan dari pemilik produk apabila regulator merasa ada sesuatu yang tidak benar atau tidak sesuai aturan. Penghentian itu pun hanya dilaksanakan sementara.
"Sepanjang MI-nya tidak ditutup regulator sebenarnya tidak masalah. Karena MI kan hanya pengelola. Hanya pihak yang membantu nasabah berinvestasi. Investasi tetap punya nasabah," ujar Eko.
Karena itu, ia menyarankan kepada nasabah untuk tidak terburu-buru menjual investasinya tersebut apabila belum benar-benar dibutuhkan.
Namun demikian, Eko mengatakan berbagai kejadian pada instrumen investasi reksa dana dapat menjadi pembelajaran bagi calon investor untuk lebih teliti dalam memilih program atau manajer investasi.
"Yang disuspensi bukan berarti buruk, tapi mereka harus lihat sejarah dari manajer investasi," kata Eko. "Jangan hanya lihat hasilnya, tapi juga lihat sejarah bisnisnya bagaimana, sejarah pekerjaan dan kinerjanya juga harus diperhatikan."
CAESAR AKBAR | BISNIS