TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah batal mempercepat target produksi siap jual atau lifting minyak sebanyak 1 juta barel per hari pada 2025. Alasannya, kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan minyak baru membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Kami punya target dalam 10 tahun bisa mengembalikan produksi minyak menjadi 1 juta barel per hari,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 4 Maret 2020.
Rencana percepatan target lifting minyak 1 juta barel awalnya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Ia menilai target itu bisa direalisasikan pada 2025 dengan memanfaatkan teknologi EOR di sumur-sumur eksisting. Selain itu, juga dengan menggencarkan eksplorasi di wilayah baru.
"Mereka bilang 2030. Saya minta 2025. Saya mau cepat. Kan bagus untuk mengurangi impor energi," kata Luhut di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jumat petang, 31 Januari 2020.
Sebagai langkah mencapai akselerasi target lifting, Luhut telah menggelar rapat lanjutan koordinasi bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, SKK Migas, serta PT Pertamina (Persero), kemarin. Rapat itu turut mengundang Komisaris Utama Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Lebih lanjut, Luhut juga meminta SKK Migas mengeksplorasi sumur-sumur baru untuk meningkatkan cadangan minyak. "Potensinya masih besar, bisa 1,7 miliar per barel," ucapnya.
Dikonfirmasi perihal percepatan lifting minyak itu, Ahok enggan berkomentar. Ia menyebut direksi lebih memiliki wewenang untuk menjelaskan. "Ke direksi saja," ujarnya.
Adapun Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto sebelumnya menyatakan kondisi produksi minyak di Indonesia cukup memprihatinkan. Cadangan minyak terus turun sejak tahun 2002. Dalam catatannya, temuan terbesar terakhir kali ditemukan sekitar 20 tahun silam. "Bendera setengah tiang ini," katanya di Palembang, November 2019 lalu.
Belakangan, Arifin akhirnya mengakui bahwa target lifting migas tersebut sulit direalisasikan. Akhirnya, target lifting dikembalikan ke tahun 2030 lantaran adanya beberapa kendala, di antaranya masalah infrastruktur dan eksplorasi yang membutuhkan waktu lama. "Eksplorasi saja butuh waktu panjang untuk menentukan sumber potensial,” ujar Arifin Tasrif, Rabu 4 Maret 2020.
DEWI NURITA | FRANCISCA CHRISTY ROSANA