TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak yakin lifting minyak dan gas Indonesia pada 2020 dapat mencapai angka yang termaktub dalam asumsi di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. "Lifting minyak dan gas, saya tidak terlalu optimis bahwa ini akan terpenuhi sama seperti di 2019," ujar dia dalam rapat bersama Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 28 Januari 2020.
Pernyataan Sri Mulyani itu bukan tanpa alasan. Ia berujar, lifting migas tersebut diperkirakan tidak mencapai target lantaran eksplorasi dan penemuan sumur-sumur baru dinilai kurang menjanjikan untuk peningkatan.
"Sehingga 2020 kita akan dapat repeating situation di mana harga, lifting dan nilai tukar dapat memberi downside risk ke perpajakan," tutur Sri Mulyani.
Pada 2019, realisasi lifting minyak Tanah Air hanya sekitar 741 ribu barel per hari alias di bawah asumsi APBN 775 ribu barel per hari. Sementara lifting gas hanya sekitar 1.055 ribu barel setara minyak per hari dari asumsi 1.250 ribu barel setara minyak per hari. Tahun depan, lifting minyak ditargetkan 755 ribu barel per hari, serta lifting gas 1.191 ribu barel setara minyak per hari.
Realisasi harga minyak mentah US$ 62 per barel. Angka itu lebih rendah dari asumsi APBN 2019 US$ 70 per barel. Lemahnya harga minyak mentah, menurut dia berkaitan dengan landainya pertumbuhan ekonomi dunia dan banyaknya suplai minyak dan gas dunia.
"Kalau lihat asumsi ini, sangat bisa ditebak pengaruhnya kepada perpajakan kita. Karena harga minyak lebih rendah, nilai tukar lebih kuat, lifting minyak rendah, tiga-tiganya memukul penerimaan pajak kita yang berasal dari komoditas," kata Sri Mulyani.