TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa minggu menjelang panen raya, gudang milik Perum Bulog di Kelapa Gading, Jakarta Utara, masih dipenuhi 1,6 juta ton stok beras. Jumlah itu termasuk sisa beras impor sebanyak 900 ribu ton. Padahal, kapasitas gudang Bulog terbatas, dan perusahaan pelat merah ini bakal menyerap 1,4 juta ton lebih beras tambahan saat panen nanti.
"Kami harus segera mengeluarkan beras-beras ini," kata Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso alias Buwas saat mendampingi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meninjau gudang ini, Rabu, 4 Maret 2020.
Di gudang ini, Bulog ternyata masih menyimpan beras sisa impor 2018 atau dua tahun lalu. Di salah satu tumpukan beras, Tempo sempat memantau sebuah map berjudul "Kartu Tumpukan". Di sana, tertulis bahwa jenis berasnya adalah beras India dengan awal tanggal penerimaan 25 Oktober 2018.
Situasi saat ini tak lepas dari kebijakan impor 2,25 juta ton beras yang dilakukan pemerintah pada 2018. Musababnya karena naiknya harga beras pada awal Januari 2018 ini. Tapi tak semua sepakat dengan kebijakan impor ini. Buwas adalah salah satunya.
Dengan keterbatasan gudang, sebenarnya Buwas tak setuju dengan impor beras itu. Meski demikian, impor tetap dilakukan dan ditampung di gudang Bulog. Barulah pada Desember 2019, persoalan kelebihan stok beras di gudang Bulog mencuat. Sempat muncul kabar Bulog akan memusnahkan 20 ribu ton beras yang sudah telanjur turun mutu. Tapi, Buwas membantahnya. Menurut dia, beras di gudangnya bisa saja diubah jadi tepung terigu atau pakan ayam.