TEMPO.CO, Jakarta - Senior Manager Monetisasi Pipa Gas Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas, Syarif Maulana Chaniago, menyatakan upaya penurunan harga gas industri jangan sampai mengorbankan aktivitas di sektor hulu.
Sebaliknya, menurut Syarif, dalam menekan harga gas, seluruh pihak perlu memperhatikan jaminan ketersediaan pasokan gas. Sebab, jika harga di sektor hulu yang ditekan, hal itu bisa berdampak ke aktivitas produksi gas.
“Kalau hanya mengandalkan harga gas rendah dari hulu, tapi tidak ada upaya di midstream, saya jamin pasokan gas tidak akan berlangsung," ujar Syarif, Selasa, 18 Februari 2020. Oleh karena itu ia menegaskan aktivitas di sektor hulu harus dijamin, mulai dari lapangannya, sustainability dan pasokannya harus diperhatikan.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pakar Institut Teknologi Sepuluh Nopember Satya Yudha menuturkan untuk menurunkan harga gas diperlukan kontribusi dari seluruh sektor mulai dari hulu, midstream, dan juga hilir.
Dari sisi hulu, pemerintah telah merencanakan pengurangan bagian negara, walaupun masih adanya tantangan ke depannya yakni nilai bagi hasil yang diterima daerah berpotensi berkurang. Sementara dari sisi hilir, PT Perusahaan Gas Negara Tbk. atau PGN harus memberikan kontribusi agar bisa mewujudkan harga gas industri pada kisaran US$ 6 per mmbtu, walaupun harus siap dengan dampak pergerakan harga sahamnya.
Baca Juga:
“Kalau nanti yang ditekan cuma hulu saja itu kan otomatis tidak akan bisa menekan dari kontraktor, kontraktor take-nya ditekan otomatis investor asing tidak akan masuk,” kata Satya.
Adapun Executive Officer PGN Suseno mengaku siap menjalankan kebijakan pemerintah terkait dengan penurunan harga gas industri sesuai Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016. Sebagai pelaku di hilir, PGN akan melakukan penyesuaian terkait dengan perhitungan yang akan dirumuskan oleh pemerintah. “Kami akan melaksanakan kebijakan dari pemerintah dan kami yakin hasilnya sudah perhitungkan, tidak akan membuat perusahaan jauh dari margin,” katanya.
Namun, dia mengatakan bahwa ke depannya masih terdapat beberapa persoalan yang harus dibenahi, di antaranya adalah infrastruktur. Menurut Suseno, hal tersebut guna memastikan pasokan gas dapat diserap oleh sektor-sektor industri. “Tantangan memang supply chain diatur dengan sebaik-baiknya. Itu yang menjadi concern."
Di lain pihak, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi Achmad Safiun menjelaskan bahwa harga industri menjadi salah satu hal yang krusial untuk keberlangsungan industri. Dia mengungkapkan, mahalnya harga industri telah banyak membuat pabrik-pabrik gulung tikar, salah satunya adalah industri sarung tangan latex yang paling banyak terdampak.
Achmad menyebut, industri sarung tangan latex mayoritas berlokasi di kawasan Sumatra yang memiliki rata-rata harga gas industri US$ 9 per mmbtu. “Selama Perpres 40 tidak dilakukan, itu menimbulkan ketidakpastian berusaha. Apalagi investor mau masuk,” tuturnya.
BISNIS