TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengklaim investor dari sejumlah negara berminat menggelontorkan dana demi pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur. Investor asing ini berasal dari dari dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, Denmark, Cina, Singapura, hingga Uni Emirat Arab (UAE).
“Banyak sekali, tapi kan kami juga harus lihat skema-skema yang mereka tawarkan,” kata Kepala Bappenas Suharso Monoarfa saat ditemui usai menutup Dialog Ibu Kota Negara (IKN) di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu, 12 Februari 2020.
Namun, Suharso belum bersedia menjelaskan skema dari investor negara mana yang paling sesuai dengan keinginan pemerintah. Di sisi lain, pemerintah berjanji menyiapkan sejumlah insentif bagi para investor. Mulai dari insentif fiskal hingga kemudahan perizinan dan penggunaan lahan.
Sebelumnya, pemerintah telah memutuskan untuk memindahkan ibu kota ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ground breaking pembangunan ditargetkan bisa dimulai 2020 ini.
Di saat yang bersamaan, pemerintah juga tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemindahan Ibu Kota. Suharso menargetkan akhir bulan ini, RUU tersebut bisa diserahkan ke DPR.
Selain itu pemerintah telah menyelesaikan Kajian Lingkungan Hasil Strategis (KLHS) terkait rencana pemindahan ini. KLHS ini adalah dokumen persiapan untuk menyusun master plan final yang tengah disusun, bersamaan dengan penyusunan RUU.
Sebelumnya, Bappenas telah menyampaikan bahwa Kajian Hasil Lingkungan Strategis atau KHLS terkait pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur telah rampung. Kajian cepat ini diluncurkan sebagai bagian dari masterplan final yang tengah disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
“Kajian ini sebagai basis untuk menyiapkan ibu kota negara. Dengan kajian ini, kami memastikan lingkungan hidup di sana terjaga, kami berkomitmen untuk memperbaikinya,” kata Deputi Bidang Pengembangan Regional, Bappenas, Rudy Soeprihadi Prawiradinata, dalam diskusi di Bappenas, Selasa, 11 Februari 2020.
Ketiga, terdapat 109 lubang tambang yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Lalu keempat, Kalimantan Timur memiliki ecological footprint tinggi di Kalimantan.