SATU tahun sudah minyak mentah menggoyang dunia. Tahun lalu, harga emas hitam itu masih berpusar di level US$ 50 per barel. Juli lalu harganya nyaris menyentuh US$ 150. Beberapa kalangan menuding negara-negara yang tergabung dalam organisasi pengekspor minyak (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC) turut andil dalam mengerek harga tersebut karena enggan meningkatkan suplai.
Presiden OPEC Chakib Khelil membantahnya. Menurut pria kelahiran Maroko 69 tahun lalu itu, organisasi yang dikepalainya tak bisa mengontrol harga minyak. Hal ini pula yang disampaikan mantan Presiden Sonatrach Oil—perusahaan minyak milik pemerintah Aljazair—ini kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Selasa pekan lalu. ”Kami hanya bisa mempengaruhi satu parameter, yakni sisi suplai,” katanya.
Khelil juga membicarakan keputusan Indonesia keluar dari OPEC dengan Presiden Yudhoyono. Indonesia sendiri menjadi anggota organisasi itu sejak 1962. Meski terkesan menyayangkan keputusan Indonesia, Khelil bisa menerima hal itu. ”Sebagai negara berdaulat, hak Indonesialah untuk keluar dari OPEC,” kata Menteri Energi dan Pertambangan Aljazair itu kepada Heri Susanto, Muchamad Nafi, dan Bunga Manggiasih dari Tempo untuk wawancara khusus Rabu pekan lalu di ruang Doha, Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan.
Mengapa harga minyak melambung begitu cepat?
Selama 20 tahun, harganya hanya berkisar US$ 15-20. Kini jauh di atas itu. Situasi sekarang bisa terjadi antara lain karena tiga anggota OPEC yang diembargo. Libya tidak dapat mengimpor suku cadang, material, dan peralatan sehingga tidak dapat meningkatkan produksi. Irak yang biasanya menghasilkan enam juta barel per hari kini hanya dua juta barel per hari setelah perang. Iran juga diembargo. Belum lagi produksi minyak Venezuela yang turun hingga 3,5 juta barel per hari.
Lalu ada krisis subprime mortgage di Amerika Serikat, yang berakibat buruk terhadap dolar. Dua tahun lalu, nilai tukar dolar terhadap euro 1 : 1, sekarang 1 : 1,57. Padahal harga dolar sangat mempengaruhi harga minyak karena mata uang itu yang digunakan dalam perdagangan minyak. Selain itu, ada ketakutan bahwa ekonomi dunia akan terpengaruh.
Jadi OPEC tidak bisa mempengaruhi harga minyak dunia?
Tidak. Kami cuma bisa mempengaruhi satu parameter, yaitu suplai. Kami tidak bisa mempengaruhi permintaan, nilai tukar dolar, atau situasi geopolitik. Kami telah melakukan apa yang kami bisa. Tidak ada masalah persediaan, siapa yang ingin membeli minyak, ia bisa mendapatkannya. Tapi ada faktor-faktor lain yang tidak bisa dikontrol OPEC. Nyatanya, ketika Arab Saudi menaikkan produksi sekitar 500 ribu barel, harga tidak turun juga. Semestinya, dalam perekonomian dunia yang melemah, permintaan berkurang.
Negara anggota lain tidak ikut menambah produksi?
Tidak ada negara lain yang setuju meningkatkan produksi. Mereka melihat tidak ada kebutuhan di pasar. Kalau tidak ada Arab Saudi, masalah lebih besar bisa muncul.
Jadi bagaimana prediksi Anda tentang harga minyak ke depan?
Tidak ada yang bisa memperkirakan, karena ini bukan masalah permintaan dan penawaran. Kalau kita menyelesaikan masalah dolar, kita akan melihat harga minyak turun. Soal geopolitik juga. Harga pun bisa turun menjadi US$ 70-80. Bukan besok, tapi mungkin satu-dua tahun lagi. Ini menunggu krisis subprime usai, juga masalah-masalah geopolitik.
Tapi kenapa dua minggu ini harga minyak turun?
Karena dolar yang menguat dan perkembangan situasi geopolitik. Permintaan dan penawaran bisa membuat harga bergerak US$ 1-2, tapi bukan US$ 25. Itu lebih disebabkan oleh big shock.
Bukan karena ekonomi dunia melemah atau melambat?
Mungkin saja. Tapi saya tidak melihat penurunan permintaan.
Jadi, menurut Anda, para spekulan adalah biang kenaikan harga?
Ya. Mereka berspekulasi pada ketidakpastian. Seperti bermain poker, bukan karena tahu hasilnya, tapi justru karena tidak tahu. Kita tahu persis tentang berapa minyak yang dihasilkan oleh anggota OPEC dan non-OPEC, berapa jumlah yang dikonsumsi, dan baru-baru ini kita tahu berapa banyak stok yang dimiliki negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Tidak ada masalah di situ. Ketidakpastian lebih disebabkan oleh nilai tukar dolar. Mereka bertaruh pada dolar. Ada yang bertaruh dolar akan turun, jadi mereka bilang harga minyak akan naik. Sebagian orang bilang sebaliknya.
Jadi spekulasi adalah faktor utama?