TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak global sejak akhir pekan lalu tersulut ke level di atas US$70 per barel akibat perseteruan terbaru antara Iran dan Amerika Serikat. Namun, pasar diminta tenang karena umur harga minyak di level tersebut diperkirakan hanya berlangsung singkat.
Dalam riset yang dirilis Senin 6 Januari 2020, Goldman Sachs Inc. memperkirakan, ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran kemungkinan akan membuat harga minyak tetap tinggi. Namun, sentimen itu saja belum cukup, perlu ada faktor lain yang mengganggu suplai agar harga minyak tetap di atas US$ 70 per barel.
Bank tersebut memproyeksikan, harga minyak Brent yang telah melonjak 6 persen sejak serangan AS terhadap tokoh militer berpengaruh Iran itu, berisiko condong ke situasi negatif. Dalam beberapa pekan mendatang, bila tak ada gangguan besar terhadap pasokan minyak global, harga minyak akan kembali normal.
Harga Mmnyak telah di atas nilai wajar fundamental yang ditetapkan GOldman Sachs Inc. yakni sebesar US$63 per barel.“Setiap pembalasan oleh Iran [kepada AS] akan menargetkan aset-aset terkait produksi minyak,” kata analis Goldman Jeff Currie seperti dikutip Bloomberg.
Menurut Goldman, serangan September tahun lalu pada fasilitas produksi minyak utama di Arab Saudi telah menunjukkan bahwa pasar memiliki fleksibilitas pasokan yang signifikan. “Hanya ada kenaikan moderat dari level saat ini, bahkan jika serangan terhadap aset minyak benar-benar terjadi,” kata bank tersebut.
Sebagai informasi, selepas serangan pada 14 September 2019 itu, harga minyak sempat melejit sampai 20 persen. Namun setelah itu harga berangsur-angsur mereda, karena Saudi dengan cepat memulihkan produksinya.
Sementara itu, hingga Senin 6 Januari 2020 pukul 15:08 WIB, harga minyak mentah WTI menguat 1,60 persen atau 1,01 poin ke level US$ 64,06 per barel. Sedangkan harga minyak Brent menguat 1,94 persen atau 1,33 poin ke level US$69,93 per barel. Pada sesi sebelumnya, harga WTI mendekati US$ 65 per barel, sementara Brent mencapai US$ 70 per barel.
BISNIS