TEMPO.CO, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebut ada 190 kasus investasi, di mana paling banyak terhambat karena masalah perizinan.
"Sebanyak 32,6 persen karena perizinan, pengadaan lahan 17,3 persen, dan regulasi/kebijakan sebanyak 15,2 persen," kata Anggota Komite Investasi Bidang Komunikasi dan Informasi BKPM Rizal Calvary Marimbo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa, 19 November 2019.
Lebih jauh Rizal menjelaskan, masalah perizinan yang dimaksud di antaranya muncul dalam bentuk surat-surat izin khusus atau rekomendasi, sertifikasi, surat Dirjen, hingga peraturan menteri. Masalah-masalah ini masih bermunculan meski ada sejumlah aturan terkait penyederhanaan birokrasi perizinan.
Setidaknya ada dua aturan terkait perizinan investasi yang sudah dirilis. Kedua beleid itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik melalui Online Single Submission (OSS) serta Peraturan Presiden Republik Indonesia No 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia berkali-kali menyebutkan investasi hingga Rp 700 triliun dari 24 perusahaan masih tertahan masuk dan terealisasi di Indonesia karena mayoritas masih terkendala di daerah. "Salah satunya karena urusan lahan di daerah kurang lebih Rp 220 triliun, kemudian urusan perizinan itu di daerah Rp 100 triliun lebih, kemudian yang lainnya di pusat itu hampir Rp 200-an triliun juga," katanya.
Menurut Bahlil, masalah yang mayoritas terjadi di daerah itu utamanya karena tumpang tindih aturan. Ia pun mengakui timpang tindih aturan yang ada memang cukup membingungkan bagi pengusaha.
Oleh karena itu, kata Bahlil, BKPM perlu terus berkoordinasi dengan kementerian teknis untuk memperbaiki aturan agar tidak mempersulit atau menghambat investor. "Misalnya hari ini keluar Permen (Peraturan Menterin), besok keluar lagi SK (Surat Keputusan) Menteri. Hal itu yang membuat kami butuh informasi," kata Bahlil.
BISNIS