TEMPO.CO, Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) sedang mengkaji kemungkinan penerapan tarif tiket kereta api non subsidi secara dinamis seperti yang dilakukan maskapai penerbangan.
Meski demikian, Direktur Utama Kereta Api Indonesia (KAI) Edi Sukmoro menegaskan sampai saat ini, tarif tiket kereta berjenis PSO maupun non-PSO belum ada perubahan. Perseroan hanya sedang mengkaji kemungkinan penerapan tarif dinamis yang mirip dengan penentuan harga tiket pesawat.
Dalam penentuan tarif tiket pesawat, maskapai biasanya melihat pada perbandingan kapasitas kursi dengan permintaan pasar. Tarif tiket akan naik apabila permintaan masyarakat meningkat, terutama saat hari libur atau akhir pekan, dan akan turun jika terjadi sebaliknya. "Kami belum melakukan [penerapan tarif dinamis] seperti itu. Saat ini sedang kami pikirkan apakah itu pantas diterapkan untuk layanan kereta api," kata Edi di Jakarta, Senin 18 November 2019.
Dia menambahkan sudah sejak bertahun-tahun kereta api menjadi sarana transportasi untuk memberikan pelayanan kepada publik. Diupayakan agar layanan tetap aman, nyaman, dan tarifnya dapat dijangkau oleh semua kalangan masyarakat pengguna jasa.
Karena itulah, PT KAI harus dapat mempertimbangkan penerapan tarif dinamis secara hati-hati kendati hanya bakal diterapkan pada KA non PSO. Nantinya, besaran tarif akan dipatok antara batas atas dan batas bawah. "[Penentuan harga] acuannya, dari direktorat niaga akan membaca situasi, dilihat dari animo masyarakat pengguna," ujarnya.
PT KAI diketahui memperoleh dana PSO dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan sebesar Rp2,37 triliun pada 2019. Angka tersebut turun 0,7 persen dibandingkan dengan dana PSO 2018 yang mencapai Rp2,39.
Peruntukan terbesar dana PSO tahun ini dialokasikan untuk mensubsidi tarif tiket kereta rel listrik (KRL), yakni mencapai Rp1,31 triliun. Adapun, alokasi untuk kategori KA Antar Kota yang terdiri atas KA Ekonomi Jarak Jauh, KA Ekonomi Jarak Sedang, dan KA Lebaran hanya Rp326,41 miliar.