TEMPO.CO, Jakarta - Deputy Executive Vice President PT Kereta Api Indonesia (KAI), Daerah Operasi II Bandung, Hendra Wahyono mengatakan, mulai 1 Desember 2019 akan berlaku Grafik Perjalanan Kereta (Gapeka) 2019. Grafik ini akan menggantikan grafik perjalanan lama yang berlaku pada 2017.
“Khusus di wilayah Daerah Operasi II Bandung ada beberapa kereta yang jamnya berubah. Juga ada beberapa kereta yang relasinya semula selesai di Bandung, ini dilanjutkan sampai Gambir atau Pasar Senen,” kata dia dalam konferensi pers di kantornya, Senin, 4 November 2019.
Hendra mengatakan, penambahan rute perjalanan sejumlah kereta menuju Jakarta itu, menambah frekuensi layanan rute Bandung Jakarta, atau sebaliknya yang selama ini mayoritas dilayani oleh Kereta Argo Parahyangan. Empat kereta yang sebelumnya berhenti di Bandung, dalam Gapeka 2019 perjalanannya dilanjutkan sampai Jakarta.
“Nanti akan ada Kereta Argo Wilis, Mutiara Selatan, Malabar, dan Turangga itu semua akan dilanjutkan sampai Gambir dan Pasar Senen. Tentunya ini akan menambah kesempatan bagi masyarakat Bandung yang akan bepergian ke Jakarta, atau sebaliknya,” kata Hendra.
Kereta Argo Wilis sebelumnya melayani rute Bandung-Surabaya Gubeng dengan waktu tempuh 11 jam 49 menit, berubah rutenya menjadi Gambir-Bandung-Surabaya Gubeng dengan waktu tempuh 16 jam 13 menit, Kereta Turangga rute Bandung-Surabaya-Gubeng 12 jam 44 menit rutenya menjadi Gambir-Bandung-Surabaya Gubeng 17 jam 7 menit, lalu Kereta Mutiara Selatan rute Bandung-Malang 16 jam 3 menit rutenya menjadi Gambir-Bandung-Surabaya Gubeng-Malang 20 jam 14 menit. Sementara Kereta Malabar rute Bandung-Malang 15 jam 48 menit rutenya menjadi Pasar Senen-Bandung-Malang 19 jam 15 menit.
Hendra mengatakan, PT KAI optimistis dengan penambahan rute perjalanan akan menambah okupansi penumpang masing-masing kereta tersebut kendati rute dan waktu tempuh menjadi lebih jauh. Dia mencontohkan, PT KAI mengincar peningkatan okupansi dinamis kereta Mutiara Selatan rute Gambir- Malang dengan membidik penumpang rute Bandung-Jakarta, bukan mengincar penumpang yang menempuh rute terjauh Gambir-Malang. “Potensi penumpang ke Jakarta sangat tinggi,” kata dia.
Hendra mengatakan, okupansi penumpang kereta rute Bandung-Jakarta, atau sebaliknya, rata-rata 98 persen sampai 100 persen. “Apalagi weekend, Jumat sampai Minggu, sampai full. Kalau ada permintaan tambahan kereta kita sangat kesulitan. Sehingga kita mengoptimalkan kereta Argo Wilis, Turangga, Mutiara Selatan, dan Malabar dengan dilanjutkan sampai ke Gambir dan Pasar Senen,” kata dia.
Penambahan layanan kereta tersebut juga menambah frekuensi kereta yang melayani rute Bandung-Jakarta, atau sebaliknya. “Kami tidak perlu menambah rangkaian, kami cukup memperpanjang relasi-relasi kereta-kereta tersebut,” kata Hendra.
Hendra membandingkan frekuensi kereta dalam Gapeka 2017 dengan Gapeka 2019 yang baru untuk rute Bandung-Jakarta, atau sebaliknya. Pada Gapeka 2017 rute Bandung-Jakarta, atau sebaliknya, frekuensinya 36 perjalanan sehari dilayani oleh Kereta Argo Parahyangan 34 perjalanan dan Kereta Pangandaran (Gambir-Bandung-Banjar) 2 perjalanan.
Sementara pada Gapeka 2019 rute Bandung-Jakarta, atau sebaliknya, dilayani oleh Kereta Argo Parahyangan 28 Perjalanan, Argo Wilis 2 perjalanan, Turangga 2 perjalanan, Mutiara Selatan 2 perjalanan, dan Pangandaran 2 perjalanan seluruhnya menuju Gambir. Ditambah Kereta Malabar tujuan Jakarta di Pasar Senen 2 perjalanan. “Semuanya ada 38 perjalanan. Tujuan ke Jakarta lebih banyak,” kata Hendra.
Hendra mengatakan, pada Gapeka 2019 frekuensi layanan Kereta Argo Parahyangan jadi lebih sedikit dibanding sebelumnya, tapi slot perjalanannya di isi oleh empat kereta yang rutenya diperpanjang. “Argo Parahyangan jadi lebih sedikit dibanding tahun lalu. Tapi jamnya kami tambah karena nanti ada Turangga, Argo Wilis, Mutiara Selatan, dan Malabar. Hampir tiap jam nanti ada kereta ke Gambir atau Jakarta. Ini juga suda kesulitan pengaturan di Gambir sehingga agar tidak terlalu kerepotan, maka satu kereta ke Pasar Senen. Kita membagi tujuan,” kata dia.
Hendra mengatakan, tarif masing-masing kereta tersebut untuk rute Bandung-Jakarta atau sebaliknya, menggunakan acuan tarif Kereta Argo Parahyangan. “Tentu ada Tarif Batas Atas dan Batas Bawah, biasanya perpanjangan (rute) itu (tarifnya) mengikuti kereta yang terdekat. Kalau relasi Bandung-Gambir itu paling tidak sama dengan Argo Parahyangan,” kata dia.
Hendra mengatakan, pemberlakuan Gapeka 2019 menggantikan yang lama, hanya mengubah jadwal, tidak mengubah tarif tiket keretanya. “Dipastikan memang tidak ada perubahan tarif tiket. Tarif mengacu pada Tarif Batas Bawah dan Tarif Batas Atas,” kata dia.
Hendra mengatakan, Gapeka 2019 ini juga sudah mencantumkan rute Bandung-Garut kendati pembangunan rutenya, bagian dari rencana reaktivtasi kereta, masih dalam proses pembangunan. “Keretanya belum dijalankan pada tanggal 1 Desember, tapi sudah kita akomodir di Grafik Perjalanan,” kata dia.
Gapeka 2019 di wilayah Daerah Operasi II Bandung juga mencantumkan perhentian baru sejumlah kereta. Diantaranya Kereta Lodaya dan Malabar kini berhenti di Stasiun Ciamis, lalu Kereta Serayu menambah perhentiannya di Leles, Garut. Gapeka 2019 juga mencantumkan relasi Kereta Logistik ONS yang sebelumnya tidak tercantum dalam Gapeka 2017. “Penumpang dan calon penumpang sebelum membeli tiket dan melakukan perjalanan, wajib mengecek terlebih dahulu jam yang ada di tiket atau jam di loket, kemungkinan ada yang berubah,” kata Hendra.
Pada Gapeka 2019 jumlah kereta api yang beroperasi di Daerah Operasi II Bandung berjumlah 120 rangkaian, tidak berubah dibandingkan dengan Gapeka 2017. “Khusus kereta Lokal ada penambahan dari 48 menjadi 56 kereta, salah satunya Kerata Galunggung yang sebelumnya KA Intercity, dimasukkan menjadi KA Lokal,” kata Hendra.
PT KAI menargetkan penambahan jumlah penumpang dengan pemberlakuan Gapeka 2019. Target penumpang tahun ini di wilayah Daerah Operasi II Bandung 18.310.978 penumpang, ditargetkan naik 5 persen pada tahun 2020 menjadi 19.250.995 penumpang. Realisasi penumpang hingga awal November 2019 sudah menembus 90,09 persen.