TEMPO.CO, Tangerang Selatan - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk atau BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan tren kredit konsumsi untuk kendaraan bermotor atau KKB melorot 1,5 persen dalam setahun. Kemerosotan tersebut tercatat terjadi sejak 2014 hingga saat ini.
“Permintaan kredit KKB lemah sejak 2014. Penurunan ini terjadi terutama untuk permintaan kredit sepeda motor,” ujar Jahja di ICE BSD, Tangerang, Banten, Sabtu 26 Oktober 2019.
Menurut Jahja, melemahnya permintaan kredit sepeda motor disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya telah terjadi perlambatan laju pertumbuhan di sektor komoditas dan pertambangan.
Saat harga komoditas dan hasil tambang, seperti batu bara, kuat di pasaran, permintaan terhadap kredit sepeda motor meningkat. Sebaliknya, saat harga melemah, permintaan kredit sepeda motor pun menurun.
Pelemahan kinerja kredit konsumsi KKB juga tak terlampau memuaskan karena terpapar dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina. Akibatnya, negara-negara di dunia terpaksa mengoreksi pertumbuhan ekonominya. Kondisi ini telah berdampak langsung pada permintaan pasar.
Di tengah tren kinerja KKB yang melemah, Jahja mengatakan entitasnya perlu mencari alternatif pembiayaan lain dari sektor non-kendaraan bermotor. “Kalau dulu BCA punya Central Santosa Finance, kini kita ganti jadi multifinance. Kita harapkan pembiayaan motor bisa diganti untuk yang lain,” ucapnya.
Jahja mengatakan pertumbuhan kredit konsumsi untuk seluruh sektor sepanjang Oktober hanya berkisar 3 persen secara year to date. Sedangkan secara year to year, pertumbuhan kredit konsumsi melambat di angka 7,3 persen. Adapun hingga akhir tahun nanti, ia mengatakan pertumbuhan kredit konsumsi tak akan bergerak di angka 8-9 persen.
Menilik kondisi ini, ia berharap kredit konsumsi akan membaik pada 2020. Menurut dia, ada banyak faktor yang bisa mendorong kinerja kredit konsumsi. Misalnya, kepastian ekonomi setelah pembentukan kabinet pemerintahan yang baru. Kemudian, penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia yang sudah dilakukan sebanyak empat kali sejak Juli 2019.
Meski begitu, Jahja tidak menargetkan pertumbuhan kredit konsumsi yang muluk-muluk. “Target kredit enggak bisa dipaksa. Kalau pasar kuat, akan kami geber. Kalau pasar tidak kuat, jangan sekali-sekali digeber,” ucapnya.