TEMPO.CO, Jakarta - PT. Anugerah Mega Investama Hans Kwee memprediksi Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG pekan depan berpeluang konsolidasi melemah. "Pergerakan dengan support di level 6.143 sampai 6.099 dan resistance di level 6.201 sampai 6.318," kata Hans Kwee dalam keterangan tertulis, Sabtu, 20 Oktober 2019.
Dia mengatakan faktor yang mempengaruhi dari dalam negeri yaitu terdapat jadwal Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia Bulanan di Rabu - Kamis, 23 - 24 Oktober. Pelaku pasar melihat rapat Fed masih akan diadakan di akhir Oktober. Karena itu, dia memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuan.
Sedangkan dari sisi global, kata dia, pasar masih akan mencermati kesepakatan perang dagang antara AS dan Cina. Menurut dia, pada pekan lalu pasar diwarnai harapan yang turun naik terkait kesepakatan perang dagang. Tengah pekan pasar sempat optimistis setelah Presiden Donald Trump mengatakan fase pertama perjanjian perdagangan akan disusun dalam tiga pekan ke depan.
AS akan menunda kenaikan tarif impor yang semula akan dimulai pekan depan. Sedangkan Cina direncanakan akan membeli antara USD 40 miliar dan USD 50 miliar produk pertanian AS.
"Pasar menjadi khawatir karena Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan kenaikan tarif Desember terhadap produk Cina akan dilakukan jika kesepakatan tidak tercapai. Pejabat AS dan Cina mengatakan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan sebelum kesepakatan dapat dicapai," ujarnya.
Cina, kata dia, masih menginginkan adanya putaran pembicaraan selanjutnya, sebelum Presiden Xi Jinping menandatangani fase pertama kesepakatan. Cina ingin AS membatalkan kenaikan tarif yang direncanakan untuk Desember.
Dia menilai banyak hal yang harus disepakati membuat masalah perang dagang masih mempengaruhi pasar dalam beberapa pekan ke depan. Beberapa data AS di yang keluar pekan lalu di bawah harapan pasar.
Data konstruksi rumah baru di AS turun 9 persen di bulan September dari bulan sebelumnya. Produksi industri turun 0,4 persen di bulan September, penurunan satu bulan terbesar sejak April. Penggunaan kapasitas industri merosot ke 77,5 pada September dari 77,9 di Agustus.
Data penjualan ritel juga mengalami penurunan untuk pertama kali dalam 7 bulan terakhir. Penjualan eceran selama periode September mengalami penurunan menjadi (-0,3 persen) lebih rendah dari yang diasumsikan ekonom sebelumnya sebesar +0,3 persen.
Menjelang pertemuan FOMC bulan Oktober ini, kata Hans, beberapa data AS mengalami perlambatan membuat probabilitas Fed melakukan pelonggaran kebijakan moneter semakin besar. "Fed berpeluang menurunkan tingkat suku bunganya. Ini menjadi sentiment positif di pasar," kata dia.
Dia melihat musim laporan keuangan perusahaan kuartal ketiga AS dimulai dengan awal yang baik. Sebanyak 83 persen perusahaan di dalam indeks S&P 500 yang telah melaporkan berhasil melampaui ekspektasi analis. IMF mengatakan bahwa pasar saham AS dinilai terlalu tinggi karena kepercayaan pada penyelamatan Federal Reserve. Hal ini tercermin dari probabilitas pemotongan suku bunga Oktober oleh Fed yang naik menjadi 90,9 persenbsetelah data penjualan ritel dirilis. Rapat dijadwalkan 31 Oktober 2019 dengan harapan Fed menurunkan bunga ke 1,50 sampai 1,75 persen.
Dia juga memperkirakan gonjang ganjing Brexit masih akan mewarnai pasar. Data ekonomi Cina yang keluar pekan lalu juga tidak terlalu baik. GDP Cina hanya tumbuh 6,0 persen (YoY), lebih rendah dari perkiraan sebesar 6,1 persen.
Cina, Hans perkirakan segera mempercepat stimulus dalam 1-2 kuartal ke depan jika ingin memenuhi target pertumbuhan ekonomi antara 5,5 persen dan 6 persen pada tahun selanjutnya. "Perang dagang Cina dan AS telah membebani perekonomiannya. Diketahui pertumbuhan ekonomi Cina di kuartal terakhir sebesar 6,2 persen merupakan terendah dalam 27 tahun terakhir. Stimulus dari Cina akan menjadi berita yang positif bagi pasar," kata Hans.