TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, mengatakan pembiayaan berperan penting untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Hal itu dia sampaikan saat menjadi pembicara dalam pertemuan OECD - Tri Hita Karana Coordination Forum yang membahas Blended Finance.
Wimboh mengatakan negara berkembang kekurangan dana setiap tahun dalam proyek SDGs. Di Indonesia sendiri diperlukan dana sebesar Rp 884 triliun (periode lima tahun) untuk membiayai proyek SDGs.
“Peran skema Blended Finance menjadi sangat penting sebagai solusi untuk menutupi gap pembiayaan yang ada,” kata Wimboh, melalui keterangan tertulis, Sabtu 19 Oktober 2019.
Pengembangan skema blended finance diharapkan bisa meningkatkan mobilisasi dana melalui konsep yang lebih inovatif dan implementatif.
“Dengan berbagai inisiatif yang dilakukan Pemerintah, OJK, industri keuangan dan berbagai pihak terkait lainnya, Indonesia saat ini sudah diakui dunia sebagai yang terdepan dalam implementasi Sustainable Finance," kata dia. "Indonesia siap memimpin upaya global dan menjadi role model bagi dunia dalam penerapan Sustainable Finance ini termasuk skema blended finance.”
Wimboh bersama beberapa negara penggerak blended finance berkomitmen untuk menyelesaikan standar internasional mengenai implementasi skema Blended Finance yang rencananya akan keluar di akhir tahun ini. Indonesia dan Kanada menjadi leader dalam inisiatif ini.
Wimboh mengatakan bahwa investor dan pilantrophi global sudah siap untuk berinvestasi di Blended Finance. Sehingga diperlukan formulasi standar yang tidak hanya top down approach tetapi juga bottom up dengan melihat penerapan di berbagai negara khususnya Indonesia. Indonesia yang saat ini memiliki 33 proyek SDGs, dengan 6 proyek telah diselesaikan tahun lalu, 9 proyek dalam proses dan 2 proyek dimulai tahun ini.